TEORI PERKEMBANGANVAN HIELE
Abdillah Rachman, Siti Nurhayati  dan Tika Abri Astuti
UNY 2016


A.      Sejarah singkat Van Hielle
Van Hielle adalah seorang guru matematika bangsa Belanda yang mengadakan penelitian dalam pengajaran geometri.  Menurut Van Hielle, ada tiga unsur utama dalam pengajaran geometri, yaitu waktu, materi pengajaran, dan metode pengajaran yang diterapkan. Jika ketiga unsur ditata secara terpadu, akan dapat meningkatkan kemampuan berfikir anak kepada tahapan berfikir yang lebih tinggi. Teori Van Hiele dikembangkan oleh Pierre Marie Van Hiele dan Dina Van Hiele-Geldof sekitar tahun 1950-an, hingga saat ini telah diakui secara internasional dan memberikan pengaruh yang kuat dalam pembelajaran geometri sekolah.

B.       Karakteristik Teori belajar Van hielle
Teori Van Hiele memiliki beberapa karakteristik Clement (dalam Aisyah, 2007) sebagai berikut:
1) Belajar adalah proses yang tidak kontinu. Ini berarti terdapat loncatan di dalam kurva belajar yang memperlihatkan adanya celah yang secara kualitatif membedakan tingkatan berpikir. Siswa yang telah mencapai suatu tingkat, dia tetap pada tingkat itu untuk suatu waktu dan seolah-olah menjadi matang. Dengan demikian tidak akan banyak berarti apabila memberikan sajian kegiatan yang lebih tinggi dari tingkat yang dimiliki siswa.
2) Tingkatan Van Hiele bersifat hierarkis dan sekuensial. Untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi, siswa harus menguasai sebagian besar tingkat sebelumnya. Kecepatan untuk berpindah dari suatu tingkat ke tingkat yang lebih tinggi lebih banyak bergantung pada isi dan metode pembelajaran dibandingkan dengan umur atau kematangan biologisnya.
3) Konsep yang secara implisit dipahami pada suatu tingkat menjadi eksplisit pada tingkat berikutnya. Misalnya pada tingkat visualisasi siswa mengenal bangun berdasarkan sifat bangun secara utuh, tetapi pada tingkat analisis, bangun tersebut dianalisis sehingga sifat-sifat serta komponennya ditemukan.
4) Setiap tingkatan masing-masing mempunyai simbol bahasa tersendiri dan sistem yang mengaitkan simbol-simbol itu. Siswa tidak mudah mengerti penjelasan guru apabila guru berbicara pada tingkat yang lebih tinggi dari tingkat berpikir siswa. Hal ini mungkin akan memunculkan suatu masalah apabila tingkat sajian kegiatan, serta bahan pembelajaran tidak sesuai dengan tingkat berpikir siswa yang menggunakannya.
C.           Tahapan Berpikir teori Van Hielle
Van Hielle dalam teorinya menyatakan bahwa seseorang dalam belajar geometri akan mengikuti 5 tahap perkembangan berpikir yaitu tahap visualisasi, analisis, deduksi informal, deduksi, dan rigor. Setiap tahap menunjukkan karakteristik proses berpikir seseorang dalam memahami geometri. Burger & Culpeper (1993: 141- 243) menjelasakan ke-5 tahap perkembangan berpikir tersebut, yaitu:
1. Tahap visualisasi
Menurut Clement dan Batista (1992: 427), tahap visualisasi adalah tahap pengenalan konsep-konsep geometri dalam matematika yang di dasarkan pada karakteristik visual atau penampakan bentuknya. Dalam hal ini penalaran siswa masih didominasi oleh persepsinya. Pemahaman siswa terhadap bangun-bangun geometri masih berdasarkan pada kesamaan bentuk dari apa yang dilihatnya. Bangun geometri dikenal secara keseluruhan bukan secara bagian-bagian. Pada tahap ini siswa dapat membedakan suatu bangun dengan lainnya tanpa harus menyebutkan sifat-sifat masing-masing bangun tersebut. Kemampuan berpikir siswa masih berdasarkan pada kesamaan bentuk secara visual. Sebagai contoh, siswa dapat mengenal suatu bagun persegi panjang, karena bentuknya seperti ” papan tulis” . Dalam hal ini siswa belum dapat menyebutkan unsur-unsur persegi panjang seperti panjang dan lebar. Jadi pada tahap ini siswa belum dapat menentukan sifat-sifat dan karakteristik bangun geometri yang ditunjukkan.
2.Tahap Analisis
Clement& Batista (1992) dalam Husnaeni (2001: 28) menyatakan bahwa siswa pada tahap ini mengakui dan dapat mencirikan bentuk-bentuk bangun geometri berdasarkan sifat-sifatnya, dan sudah tampak adanya analisis terhadap konsep-konsep geometri. Sebagai contoh melalui pengamatan, eksperiman, mengukur, menggambar, melipat, membuat model dan sebagainya siswa dapat mengenali karakteristik dan menemukan beberapa komponen yang mencirikan kelas suatu bangun. Meskipun demikian siswa belum sepenuhnya bisa menjelaskan hubungan antara sifat-sifat tersebut. Jadi belum bisa melihat hubungan antara berbagai bangun, begitu pula dalam memahami definisi.
3. Tahap Deduksi Informal
Tahap ini dikenal dengan tahap abstraksi/relasional ( Clemen & Batista, 1992: 427). Menurut Kahfi (2000),pada tahap ini siswa sudah dapat melihat hubungan sifat-sifat dalam suatu bangun (misal dalam jajar genjang, sisi yang berhadapan sejajar berakibat sudut-sudut yang berhadapan juga sama besar. Siswa dapat menyusun definisi abstrak (definisi menjadi bermakna), siswa juga dapat menemukan sifat-sifat dari kumpulan bangun pada tahap berpikir deduksi informal. Ketika siswa menemukan sifat-sifat dari berbagai bangun, mereka merasa perlu mengorgansir sifat-sifat tersebut. Satu sifat bisa menjadi menjadi perantara sifat-sifat lain, sehingga definisi tidak sekedar sebagai bentuk deskripsi, akan tetapi sebagai cara pengorganisasian yang logis. Dari kemampuan berpikir ini akan menjadi jelas mengapa persegi adalah persegi panjang, karena siswa dapat menemukan bahwa sifat-sifat persegi ada pada semua sifat-sifat persegipanjang. Perorganisasian yang logis dari ide-ide ini merupakan ungkapan pertama dari deduksi yang benar. Akan tetapi siswa tetap belum memahami bahwa deduksi logis adalah metode untuk membangun kebenaran geometri. Produk penalaran siswa pada tahap ini adalah reorganisasi dari ide-ide yang telah dipahami sebelumnya dengan menghubung-hubungkan antara sifat-sifat bangun dengan kelas-kelasnya (Husnaeni: 2001)
4. Tahap Deduksi
Tahap ini juga dikenal dengan deduksi formal (Clements & Batista, 1992).  Siswa yang telah mencapai kemampuan berpikir tahap ini telah dapat menyusun teorema-teorema dalam sistem aksiomatis, dapat mengkonstruksi bukti-bukti orisinil. Husnaeni (2001) mengatakan  bahwa, siswa dapat membuat serangkaian pernyataan-pernyataan logis yang memenuhi untuk menarik kesimpulan yang merangkum pernyataan tersebut. Siswa telah dapat memahami hubungan timbal balik antara syarat perlu dan cukup. Siswa juga berpeluang untuk mengembangkan lebih dari satu cara pembuktian, dan menyadari perlunya pembuktian melalui serangkaian penalaran deduktif.
5. Rigor
Tahap rigor adalah tahap dimana siswa dapat bernalar secara formal dalam sistem matematika, dan dapat mengkaji geometri tanpa referensi model-model. Sasaran penalaran adalah hubungan-hubungan antara konstruk-konstruk formal. Produk penalarannya adalah mengelaborasi dan membandingkan sistem-sistem aksiomatis pada geometri.
Menurut pandangan van Hiele, pembelajaran geometri hanya akan efektif apabila sesuai dengan struktur kemampuan siswa (Husnaeni, 2001). Dengan demikian pengorganisasian pembelajaran baik isi dan materi maupun strategi pembelajaran merupakan peran strategis dalam mendorong kecepatan siswa untuk melalui tahap-tahap belajar geometri.
Van Hiele berkeyakinan dalam Kahfi (2000) bahwa tingkat yang lebih tinggi tidak diperoleh guru lewat ceramah, akan tetapi melalui pemilihan latihan yang tepat. ( D’Augustine dan Smith, 1992; Clement dan Batista, 1992) Oleh karena itu van Hiele menawarkan lima tahap pembelajaran yang berurutan dan sekaligus merupakan peran guru dalam mengelola proses pembelajaran, yaitu:

Tahap I: Inquiri
Pada tahap ini, konsep-konsep baru di geometri diperkenalkan melalui interaksi antara guru dan siswa. Pertanyaan yang diajukan diharapkan akan mendorong siswa untuk meneliti dan mengamati, tentang perbedaan dan kesamaan obyek. Tujuan kegiatan ini antara lain digunakan untuk memperoleh informasi tentang pengetahuan awal apa yang dimiliki siswa untuk materi yang akan dipelajari dan dapat mengarahkan siswa pada pembelajaran selanjutnya.

Tahap 2: Orientasi Terarah
Pada tahap ini guru mengarahkan siswa untuk meneliti karakteristik khusus
dari obyek-obyek yang dipelajari. Tujuan pembelajaran pada tahap ini adalah agar
(1) merangsang siswa secara aktif melakukan kegiatan eksplorasi obyek-obyek (sepertimengukur, melipat) untuk menemukan hubungan sifat-sifat dari bentuk-bentuk bangun,
(2) guru hanya mengarahkan siswa dan membimbingnya dalam kegiatan eksplorasi sehingga mendapatkan hubungan sifat-sifat dari bentuk-bentuk geometri

Tahap 3: Uraian/ penjelasan
Pada tahap ini guru memberikan kesempatan pada siswa untuk membagi pengalamannya tentang bangun yang diamatinya dengan menggunakan bahasanya sendiri. Pada fase ini siswa diberikan peluang untuk menguraikan pengalamannya, mengekspresikan, dan mengubah pengetahuan intuitif mereka yang tidak sesuai dengan struktur bangun yang diamati. Bobango (1993) menyatakan bahwa aktivitas siswa dalam tahap ini adalah mengkomunikasikan pendekatan dan temuan mereka kepada teman-temannya yang lain. Peran guru pada tahap ini adalah mengarahkan siswa ketahap pemahaman pada obyek-obyek, ide-ide geometri, hubungan, pola-pola dan sebagainya melalui diskusi antar siswa dengan menggunakan bahasa siswa sendiri.

Tahap 4: Orientasi bebas
Pada tahap ini siswa mendapatkan tugas-tugas dalam bentuk pemecahan masalah, dimana mereka diarahkan agar dapat menyelesaikannya masalah dengan cara mereka sendiri dalam berbagai cara. Tahap orientasi bebas bertujuan agar siswa memperoleh pengalaman menyelesaikan permasalahan dengan strategi sendiri. Guru berperan memfasilitasi soal-soal geometri yang memungkinkan siswa untuk menyelesaikan permasalahan.

Tahap 5: Integrasi
Pada tahap ini siswa direncanakan untuk membuat revieu dan ringkasan dari apa yang telah dipelajarinya. Dalam hal ini guru berperan mendorong siswa untuk membuat ringkasan , dan mengkonsolidasikan hasil pengamatan maupun penemuan mereka yang telah didiskusikan dan mengklarifikasi pengetahuan mereka.
Dalam penerapannya tahapan van Hielle tidak harus dilakukan secara berurut, akan tetapi dapat dilakukan secara berulang tergantung dari pemahaman siswa. Apabila dalam suatu tahap dianggap siswa belum dapat memahami materi, maka pelajaran dapat diulangi pada tahap sebelumnya. Tahapan penerapannya dapat dilihat dari gambar berikut:









                                    Sumber : (Burger & Culpepper,1993)
Keterangan :
Tanda panah (          ) menunjukkan urutan tahap pembelajaran
Tanda panah (          ) menunjukkan pengulangan pada tahap pembelajaran sebelumnya.

Berikut ini akan disajikan contoh tahapan dari fase-fase penerapan teori Van Hielle dalam pembelajaran di kelas VIII dengan mengambil KD.       tentang  jaring-jaring kubus dan Balok :
Tabel Hubungan Fase dan Kegiatan Pembelajaran
Fase Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran
Fase 1.
Inquiri / Informasi

Ø  Dengan Tanya jawab guru melakukan eksplorasi atau menggali pengetahuan / konsep yang telah dipahami siswa sebelumnya tentang sifat-sifat bangun ruang kubus ,balok, prisma dan limas.
Ø  Untuk mengarah pada tujuan pembelajaran,pertanyaan diarahkan pada pengertian tentang permukaan kubus , balok , prisma danlimas yang sudah dipelajari sebelumnya

Fase 2.
Orientasi Terarah

Ø  Siswa dibagi dalam beberapa kelompok kelompok, masing-masing beranggotakan 4-6 orang . Masing-masing kelompok diberikan paket alat peraga berupa kubus, balok, prismadan limas .
Ø  Kemudian siswa diminta untuk membuka kubus , balok , prisma dan limas tersebut sehingga semua permukaannya dapat dibabarkan menjadi bidang datar
Ø  Guru mengarahkan siswa untuk menyalin seluruh permukaan setiap bangun ruang yang diberikan pada kertas yang tersedia,dan meminta masing-masing kelompok untukmengenali bentuk dari masing-masingpermukaan setiap bangun ruang tersebut.
Fase 3 : Uraian
Ø  Guru meminta siswa untuk menjelaskanbentuk masing-masing permukaan setiapbangun ruang tersebut.
Ø  Dengan menggunakan metode tanya jawab guru mengenalkan nama jaringjaring untuk semua permukaan bangun ruang yang dapat dibentuk dari sebuah bangun ruang jika permukaan tersebutkembali dirangkai kembali
Ø  Bersama-sama siswa mengidentifikasibentuk-bentuk permukaan dari setiapbangun ruang yang dapat dirangkaikembali menjadi jaring-jaring
Fase 4. Orientasi bebas
Ø  Guru meminta siswa dalamkelompoknya, menemukan banyaknyajaring-jaring kubus dan jaring-jaringbalok yang berbeda dengan caranyasendiri
Ø  Siswa dapat menemukan sebanyakbanyaknya kemungkinan yang dapat mereka temukan
Ø  Setiap kelompok dimintamenggambarkan berbagai jaring-jaringkubus dan balok yang ditemukannya
Fase 5. Integrasi

Ø  Guru meminta setiap kelompok melaporkan hasil jaring-jaring yang ditemukan dan mengelompokkannya menjadi berbagai jaring-jaringyang berbeda untuk kubus dan balok.


D.           Kesimpulan
Teori Van Hielle adalah teori belajar tentang tahap berpikir siswadalam pembelajaran matematika khususnya pembelajaran materi geometri. Implikasi dari teori inidijelaskan melalui contoh pembelajaran geometri di sekolah dasar yangdiharapkan dapat memberikan kontribusi bagi para guru khususnya guru SekolahDasar sebagai salah satu pendekatan untuk mengajar geometri agar membuatpembelajaran menjadi lebih efektif.


Posting Komentar

 
Top