TEORI PERKEMBANGAN IBNU SINA
Abdillah Rachman, Siti Nurhayati  dan Tika Abri Astuti
UNY 2016


A.           Sejarah singkat Ibn Sina
Ibnu Sina dikenal dengan nama Sheikh al-Ra'is Sharaf al-Mulk Abu Cali al-Husain b. Abd Allah bin al-Hasan bin Cali Ibn Sina (dikenal di Eropa sebagai Avicenna) lahir di desa Afshana, dekat Bukhara pada tahun 370H / 980M. Ayahnya bernama ‘Abdullah, seorang sarjana terhormat penganut Shiah Isma’illiyah, Ayahnya berasal dari Balkh Khurasan, suatu kota yang termasyhur di kalangan orang orang Yunani dengan nama Bakhtra.Keluarga Ibn Sina termasuk keluarga kaya dan terpandang. Latar belakang keluarganya yang demikian merupakan faktor yang sangat mendukung dalam pembentukan pribadi ilmiahnya, di samping kecemerlangan otaknya. Di sisi lain keluarga Ibn Sina memang menaruh perhatian serius terhadap ilmu dan pendidikan Islam, terutama dalam pendidikan anak didik, hal ini sangat besar  pengaruhnyaterhadap karir intelektualnya.
Ibn Sina terkenal sebagai anak yang memiliki kepandaian sangat luar biasa. Pendidikan Ibn Sina bersifat ensiklopedik mulai dari tata bahasa, geometri, fisika, kedokteran, hukum, dan teologi. Pengetahuan yang pertama kali ia pelajari adalah membaca Al-Qur’an, setelah itu ia melanjutkan dengan mempelajari ilmu-ilmu agama Islam seperti tafsir, fiqih, Ushuluddin. Berkat ketekunan dan kecerdasannya, ia berhasil menghafal Al-Qur’an dan menguasai berbagai cabang ilmu keislaman pada usia yang belum genap sepuluh tahun.
Setelah umur 10 tahun dan ilmu-ilmu agama telah dikuasai, maka ayahnya menyuruh belajar filsafat dengan segala cabang-cabangnya. Pertama belajar ilmu hitung ada seorang saudagar India (kawan ayahnya), kemudian ia tidak puas dengan ilmu hitung saja, tapi ia ingin belajar segala macam ilmu.Diusianya yang ke-enam belas tahun Ibn Sina mampu mempersembahkan karyanya sendiri yakni tentang; hukum Islam, filsafat, ilmu alam, mantiq (logika) dan matematika (geometri). Selain itu Ibn Sina juga menempati posisi istimewa dalam ilmu kedokteran, sehingga banyak dokter terkenal yang mulai belajar padanya. Dalam pandangan Ibn Sina, kedokteran bukanlah bidang ilmu yang rumit.Sedangkan bidang ilmu yang menurut Ibn Sina rumit adalah Metafisika. Dia mengaku membaca metafisika karya Aristoteles sebanyak empat puluh kali, namun belum juga bisa memahami maksud penulisnya.
Ketika berusia 18 tahun ia telah dapat menguasai berbagai ilmu pengetahuan, ia memulai karirnya dengan mengikuti kiprah orang tuanya, yaitu membantu tugas-tugas amir Nuh ibn Manshur. Ia diminta menyusun kumpulan pemikiran filsafat oleh Abu al-Husin al-‘Arudi, yaitumenyusun buku al-Majmu’ ( The Kompendium)  di usianya yang ke-dua puluh satu.Ibn Sina dikenal sebagai ulama yang sangat produktif dalam melahirkan karya tulis yang sangat fenomenal, meskipun ia sibuk dalam pemerintahan dan tugasnya sebagai dokter. Buku-bukunya hampir meliputi seluruh cabang ilmu pengetahuan. Ibn Sina selalu mempunyai murid dimanapun beliau berada, hingga kematianya  di hari Ju’at di bulan Ramadhan tahun 428 H ( 1037 M) dan dimakamkan di Hamadan, Persia.

B.            Pandangan Ibn Sina tentang Pengetahuan
Ibn Sina  menganggap bahwa jiwa dengan berbagai pancainderanya adalah jalan menuju pengetahuan atau persepsi untuk itu membedakan antara persepsi sensorik dan persepsi intelektual. Sarana persepsi sensorik adalah panca indera eksternal dan lima indra internal Persepsi sensorik terjadi ketika rangsangan sensorik mencapai organ persepsi dan terdaftar dan dipahami oleh fakultas sensorik. Menurut Ibn sina  setiap persepsi adalah penerimaan gambar atau  hal yang dirasakan, dalam satu  atau cara yang lain. Dan ia juga mengatakan bahwa  persepsi sensorik itu sendiri adalah  gambar-gambar dari semua hal yang dirasakan oleh inderayang disampaikan ke organ persepsi dan terkesan atas mereka, dan kemudian dirasakanoleh pancaindera pengetahuan sensorik. Dalam pandangan Avicenna, pengetahuan yang diperoleh menjadi sumber rangsangan dan sarana indera akal  eksternal dan internal. Subjek pengetahuan intelektual adalah hal yang cukup  dirasakan, dan sarana adalah pancaindera  spekulatif manusia yang dipercayakan oleh Tuhan kepadanya, yang mampu memperoleh yangpengetahuan secara rasional.Agar pengetahuan intelektual itu dapat efektif, maka ia harus memiliki struktur dan instrumen tertentuuntuk mengatur operasi, serta logika  untuk memverifikasi cara berpikir dan penalaran yang sehat.

C.           Pandangan Ibn Sina tentang Pendidikan
Penguasaannya terhadap ilmu pengetahuan, sangat berpengaruh terhadap pemikirannya tentang konsep pendidikan. Di samping itu, sebenarnya yang mematangkan teori-teori pendidikannya adalah ia mempunyai pengalaman praktis dalam pengajaran. Pandangan Ibn Sina tentang pendidikan sangat tajam dan komprehensif, diawali dari pendidikan individu  yaitu bagaimana seseorang mengendalikan diri (akhlak), kemudian dilanjutkan dengan bimbingan kepada keluarga (takbiralmanzil), lalu meluas ke masyarakat (tadbir al-madinat) dan akhirnya kepada seluruh umat manusia. Maka menurut Ibn Sina, pendidikan yang diberikan oleh nabi pada hakikatnya adalah pendidikan kemanusiaan.
Ibnu Sina memandang bahwa  tujuan dari pendidikan adalah sebagai perkembangan  keseluruhan individu baik secara  fisik, intelektual  dan moral (budi pekerti). Selain itu tujuan pendidikan menurut Ibn Sina harus pula diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup di masyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecenderungan dan potensi yang dimilikinya. Jadi pendidikan menurutnya  tidak mengabaikan pembangunan fisik dan segala sesuatu yang tersirat olehnya, seperti  latihan fisik, makanan dan minuman, tidur dan kebesihan. Pendidikan tidak  hanya bertujuan secara eksklusif  pada  perkembangan intelektual, pengetahuan ataupun moral saja, tetapi juga bertujuan pada pembentukan kepribadian, pikiran dan karakter.
Berdasarkan tujuannya tersebut , maka ilmu dapat dibagi menjadi dua yaitu ilmu yang praktis dan yang teoritis. Ilmu teoritis seperti ilmu kealaman, matematika, ilmu keTuhanan dan ilmu Kulli. Sedangkan ilmu yang praktis adalah ilmu akhlak, ilmu pengurusan rumah, ilmu pengurusan kota dan ilmu nabi. Pemikiran pendidikan Ibn Sina dalam filsafat praktisnya (ilmu praktis) memuat tentang ilmu akhlak, ilmu tentang urusan rumah tangga, politik dan shari’ah. Karya tersebut pada prinsipnya berkaitan dengan caramengatur dan membimbing manusia dalam berbagai tahap dan sistem. 
Dalam memformulasikan konsep pendidikan, Ibn Sina sangat menekankan pada pendidikan akhlak. Karena pada zaman itu suasana dan kondisi sosial politik pada massanya memang sangat kacau. Ketika itu fitnah terus berkecamuk sehingga kekacauan politik dan pertentangan aliran-aliran madzhab tengah melanda umat Islam. Kondisi yang demikian menunjukkan bahwa betapa bobroknya akhlak kaum muslimin. Padahal bila akhlak suatu bangsa telah rusak, maka bangsa tersebut pasti akan hancur pula. Kondisi sosial yang demikian, baik secara langsung maupun tidak langsung telah berpengaruh terhadap pemikiran pendidikannya.
Ibn Sina juga menguraikan tentang psikologi pendidikan. Dia menguraikan tentang  hubungan pendidikan anak dengan tingkat usia, kemauan dan bakat anak. Dengan mengetahui latar belakang tingkat perkembangan, bakat dan kemauan anak, maka bimbingan yang diberikan kepada anak akan lebih berhasil. Menurut Ibn Sina adanya kecenderungan manusia untuk memilih pekerjaan yang berbeda dikarenakan di dalam diri manusia terdapat faktoryang tersembunyi yang sukar dipahami dan dimengerti serta sulit untuk diukur kadarnya. Dengan pandangannya ini terlihat bahwa dalam pemikiran pendidikannya ia telah merintis adanya perbedaan individu (IndividualDifferences) seperti yang dikenal dunia pendidikan modern sekarang.
Menurut Ibn Sina tingkat pendidikan di kelompokkan menjadi dua bagian diantaranya adalah:
1.    Tingkat umum.
Pada tingkat ini anak dilatih untuk dapat belajar mempersiapkan badan jasmaninya, akal dan jiwanya pada tingkat ini anak diberi pelajaran membaca, menulis, al-Qur’an, masalah-masalah penting dalam agama dasar-dasar bahasa dan sedikit sastra.
2.    Tingkat khusus
Pada tingkat ini anak dipersiapkan untuk menuju suatu profesi yaitu mereka dilatih untuk melakukan praktek yang berkaitandengan masalah kehidupan. Karena jika hanya memiliki rasa ingin tahusaja belum cukup tetapi harus berlatih terus menerus. Di sini Ibn Sinahendak mengarahkan menuju profesi-profesi dan bakat-bakat yangsesuai dengan kemampuan dan cocok dengan kecenderungan-kecenderungananak didik

D.           Kurikulum Pendidikan Islam Perspektif Ibn Sina
Ibn Sina merumuskan kurikulum didasarkan kepada tingkat perkembangan usia anak didik.Berikut ini klasifikasi kurikulumnya berdasarkan perkembangan usia anak didik:

1.        Usia 0 sampai 2 tahun
Perhatian Ibn Sina diawali dari sejak anak dilahirkan. Ketika bayi  lahir, tali pusar anak harus dipotong sekaligus, atas panjang empat jari, dan diikat dengan bersih, dengan mengunakan wol halus memutar ringan, sehingga tidak menyebabkan rasa sakit. Jika bayi dibedung dan dipijat dengan lembut, maka akan menempatkan posisi tubuh ke dalam posisi terbaik. Ibn Sina sangat peduli dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan tahap ini, seperti  tidur, mandi, menyusui, latihan yang cocok untuk usia bayi, tidur bayi. Menurutnya, bayi harus ditidurkan di sebuah ruangan dengan suhu ringan, tidak dingin; ruang harus cukup baik berbayang, tanpa sinar langsung dari cahaya. Ketika diletakkan di tempat tidurnya, kepalanya harus lebih tinggi dari tubuhnya. Dia juga  menyarankan bahwa bayi harus dimandikan lebih dari sekali sehari, dan ibu harus menyusui anaknya.Menyusui biasanya berlangsung dua tahun, dan ketika bayi menginginkan sesuatu selain ASI, maka  harus diberikan secara bertahap tanpa memaksanya. Ketika gigi mulai muncul, bayi diberikan makanan tambahan secara bertahap selain diberi ASI. Menurut Ibnu Sina penyapihan harus dilakukan secara bertahap dan tidak terjadi sekaligus

2.             Masa kanak-kanak (Usia 3 sampai 5 tahun).
Pada Usia kanak-kanak atau  usia 3 sampai 5 tahun lebih perkembangan pendidikan seorang anak lebih pada aspek afektif atau pendidikan akhlak.  Menurut Ibn Sina pada tahapan ini anak  perlu diberikan mata pelajaran olah raga sebagai pendidikan jasmani, budi pekerti, kebersihan, seni suara, dan kesenian. Menurutnya ketentuan dalam berolahraga harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan usia anak didik serta bakat yang dimilikinya.Dengan cara demikian dapat diketahui dengan pasti mana saja di antara anak didik yang perlu diberikan pendidikan olahraga sekedarnya saja, dan mana saja di antara anak didikyang perlu dilatih berolahraga lebih banyak lagi. Ia juga merinci olah raga mana saja yang memerlukan dukungan fisik yang kuat serta keahlian; dan mana pula olahraga yang tergolong ringan, cepat, lambat, memerlukan peralatan dan sebagainya. Menurutnya semua jenis olahraga ini disesuaikan dengan kebutuhan bagi kehidupan anak didik.
Pelajaran olahraga atau gerak badan tersebut diarahkan untuk membina kesempurnaan pertumbuhan fisik anak dan fungsi organ tubuh secara optimal. Hal ini penting mengingat fisik adalah tempat bagi jiwa atau akal yang harus dirawat agar tetap sehat dan kuat. Pelajaran olah raga ini memang mendapat perhatian lebih dari Ibn Sina, apalagi jika dihubungkan dengan keahliannya di bidang ilmu kesehatan atau kedokteran. Ibn Sina memahami begitu pentingnya pelajaran oleh raga sebagai upaya untuk menjaga kesehatanjasmani. Hal ini diperuntukkan bagi anak didik yang menekuni ilmu kesehatan atau ilmu kedokteran.
Pelajaran budi pekerti diarahkan untuk membekali anak didik agar memiliki kebiasaan sopan santun dalam bergaul setiap harinya. Pelajaran budi pekerti ini sangat dibutuhkan dalam rangka membina kepribadian anak didik sehingga jiwanya menjadi suci, terhindar dari perbuatanperbuatan buruk yang dapat mengakibatkan jiwanya rusak dan sukar diperbaiki kelak di usia dewasa. Dengan demikian, Ibn Sina memandang pelajaran akhlak sangat penting ditanamkan kepada anak sejak usia dini.Menurut Ibn Sina, pendidikan akhlak harus dimulai dari keluarga dengan keteladanan dan pembiasan secara berkelanjutan sehingga terbentuk karakter atau kepribadian yang baik bagi anak didik.
Pendidikan kebersihan juga mendapat perhatian dari Ibn Sina. Pendidikan ini diarahkan agar anak didik memiliki kebiasaan mencintai kebersihan yang juga menjadi salah satu ajaran mulia dalam Islam. Ibn Sina mengatakan, bahwa pelajaran hidup bersih dimulai dari sejak anak bangun tidur, ketika hendak makan, sampai ketika hendak tidur kembali.Dengan cara demikian, dapat diketahui mana saja anak yang telah dapat menerapkan hidup sehat, dan mana saja anak yang berpenampilan kotor dan kurang sehat.
Pendidikan seni suara dan kesenian diperlukan agar anak didik memiliki ketajaman perasaan dalam mencintai serta meningkatkan daya khayalnya. Jiwa seni perlu dimiliki sebagai salah satu upaya untuk memperhalus budi yang pada gilirannya akan melahirkan akhlak yang suka keindahan. Dari keempat pelajaran yang perlu diberikan kepada anak pada usia 3 sampai 5 tahun, menunjukkan bahwa Ibn Sina telah memandang penting pendidikan pada usia dini.

3.             Tahap pertama dalam pembelajaran (Usia 6 sampai 14 tahun).
Pada tahap ini merupakan tahapan   pertama dari pembelajaran.  Ini dimulai pada usia 6 dan berakhir sekitar pukul 14 tahun. Anak sudah harus  mulai menerima pendidikan dari jenis yang lebih serius, secara bertahap bergerak dari permainan dan olahraga, dan mulai studi terorganisir. Pada tahap ini, anak-anak belajar  tentang prinsip-prinsip budaya Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan puisi Arab, kaligrafi, dan aturan perilaku yang baik dalam Islam. Tahap ini merupakan  tahapan  umum untuk semua anak-anak, karena preferensi belum muncul. Bakat membuat penampilan mereka, dan sesuai dengan ini setiap individu dapat diberikan instruksi khusus. Avicenna menganggap bahwa instruksi kelompok  adalah yang terbaik di tingkat ini di bandingkan  instruksi secara individu , hal ini berarti  Anak harus diajarkan bersama anak-anak dari kaum bangsawan (pembesar atau penguasa) yang mempunyai perilaku dan kebiasaan yang baik dan  dapat diterima.
Dalam bukunya  yang berjudul “The Canon”, Avicenna  mendefinisikan awal tahun keenam sebagai akhir dari tahap masa kanak-kanak, dan seorang anak  memasuki 'tahap pengajaran  utama. Pelajaran untuk anak usia 6 sampai 14 tahun menurut Ibnu Sina adalah mencakup pelajaran membaca dan menghafal al-Qur'an, pelajaran agama, pelajaran sya'ir, dan pelajaran olahraga. Pelajaran al-Qur'an dan pelajaran agama adalah pelajaran pertama dan yang paling utama diberikan kepada anak yang sudah mulai berfungsi rasionalitasnya. Pelajaran membaca dan menghafal al-Qur'an menurut Ibn Sina berguna di samping untuk mendukung pelaksanaan ibadah yang memerlukan bacaan ayat-ayat al-Qur'an, juga untuk mendukung keberhasilan dalam mempelajari agama Islam seperti pelajaran tafsir al-Qur'an, fiqih, tauhid, akhlak dan pelajaran agama lainnya yang sumber utamanya adalah al-Qur'an. Selain itu pelajaran membaca dan menghafal al-Qur'an juga mendukung keberhasilan dalam mempelajari bahasa Arab, karena denganmenguasai al-Qur'an berarti ia telah menguasai ribuan kosa kata Bahasa Arab atau bahasa al-Qur'an.
Dalam tahap ini, pelajaran keterampilan perlu diajarkan  untuk mempersiapkan anak agar mampu mencari penghidupannya kelak. Dalam pendidikan modern pelajaran ini dikenal dengan vokasional. Sedangkan pelajaran olah raga harus disesuaikan dengan usia pada tingkat ini. Dari sekian banyak olahraga, menurut Ibn Sina, yang perlu dimasukkan ke dalam kurikulum atau rancangan mata pelajaran pada usia ini adalaholahraga adu kekuatan, gulat, meloncat, jalan cepat, memanah, berjalan dengan satu kaki dan mengendarai unta. Tentu semua ini berdasarkan kebutuhan anak didik dan disesuaikan dengan tingkat perkembangannya.
Berdasarkan pemikiran di atas, dapat disimpulkan bahwa pada usia 6 sampai 14 tahun telah diberikan pelajaran yang menyentuh aspek kognitif. Bahkan pada usia ini telah diajarkan al-Qur’an dengan membaca, menghafal, dan memahami tata bahasanya. Dengan demikian aspek afektif dan psikomotor sudah banyak mendapat sentuhan. Hal ini beralasan mengingat pada usia ini, otak anak didik telah berkembang dan mulai mampu memahami persoalan yang abstrak.

4.             Tahap Pendidikan Khusus (Usia 14 tahun keatas).
Pada usia 14 tahun ke atas anak didik diarahkan untuk menguasai suatu bidang tertentu (spesialisasi bidang keilmuwan). Menurut  pandangan  Ibn Sina Mata di usia ini anak diberikan  pelajaran yang sangat banyak jumlahnya.  Mata pelajaran yang dimaksud adalah  mata pelajaran yang bersifat teoritis dan praktis, hal ini karena  Ibn Sina dipengaruhi oleh pemikiran Aristoteles. Ilmu teoritis meliputi:   (1) ilmu tabi’i (mencakup ilmu kedokteran, astrologi, ilmufirasat, ilmu sihir (tilsam) ilmu tafsir mimpi, ilmu niranjiyat, dan ilmukimia), (2) ilmu matematika, (3) ilmu ketuhanan, disebut paling tinggi(mencakup ilmu tentang cara-cara turunnya wahyu, hakikat jiwapembawa wahyu, mu’jizat, berita ghaib, ilham, dan ilmu tentangkekekalan ruh, dan sebagainya). Sedangkan Ilmu praktis meliputi: ilmu akhlak yang mengkaji tentang tentang cara-carapengurusan tingkah laku seseorang, ilmu pengurusan rumah tangga,yaitu ilmu yang mengkaji hubungan antara suami istri, anak-anak,pengaturan keuangan dalam kehidupan rumah tangga, serta ilmu politikyang mengkaji tentang bagaimana hubungan antara rakyat danpemerintahan, kota dengan kota, bangsa dan bangsa. Namun pelajaran tersebut perlu dipilih sesuai dengan bakat dan minat anak.
Hal ini menunjukkan perlu adanya pertimbangan dengan kesiapan anak didik. Dengan cara demikian, anak akan memiliki kesiapan untuk menerima pelajaran tersebut dengan baik. Ibn Sina menganjurkan kepada para pendidik agar memilih jenis pelajaran yang berkaitan dengan keahlian tertentu yang dapat dikembangkan lebih lanjut oleh anak didiknya.

E.            Konsep Menyusun Kurikulum

Dalam menetapkan kurikulum pendidikan Islam Ibnu sina sangat memperhatihan tahap perkembangan psikologis anak, sehigga konsep kurikulumnya mengandung ciri-ciri:
1.       Dalam penyusunan kurikulum harus mempertimbangkan aspek psikologi anak. Dalam kajian pendidikan modern mencakup tugas perkembangan pada setiap fase perkembangan, mengenal bakat minat, serta berbagai persoalan yang dihadapi pada masing-masing tingkat perkembangan. Dengan begitu mata pelajaran yang diberikan sesuai dengan kebutuhan dan akan mudah dikuasai oleh anak didik.
2.      Kurikulum yang diterapkan harus mampu mengembangkan potensianak secara optimal dan harus seimbang antara jasmani, intelektual, danakhlaknya.
3.      Kurikulum yang ditawarkan Ibn Sina bersifat pragmatis fungsional,yakni melihat segi kegunaan dari ilmu dan keterampilan yang dipelajarisesuai dengan tuntutan masyarakat, atau berorientasi pada pasar(marketing oriented).
4.      Kurikulum disusun harus berlandaskan kepada ajaran dalam Islam,yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah sehingga anak didik akan memiliki iman, ilmu, dan amal secara integral.
5.      Kurikulum yang ditawarkan adalah berbasis akhlak dan bercorakintegralistik.


F.            Metode Pembelajaran Pendidikan Islam Perspektif Ibn Sina
Metode yang digunakan dalam penyampaian pelajaran sangat berperan dalam keberhasilan mencapai tujuan pembelajaran. Dari pernyataan tersebut maka Ibn Sina merumuskan konsep metode pembelajaran dalam pemikirannya di bidang pendidikan. Bahkan Ibn Sina merumuskan metode yang berbeda antara materi pelajaran yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini mempertimbangkan karakteristik dari masing-masing materi pelajaran dan juga mempertimbangkan tingkat perkembangan psikologis tiap anak didik. Berikut ini metode-metode yang di rumuskan oleh Ibn Sina:

1.        Metode talqin;
Metode ini digunakan dalam mengajarkan membaca al-Qur’an, mulai dengan cara memperdengarkan bacaan al-Qur’an kepada anak didik sebagian demi sebagian. Setelah itu anak tersebut disuruh memperdengarkan dan mengulangi bacaan tersebut perlahan-lahan dan dilakukan berulang-ulang hingga akhirnya anak didik tersebut hafal secara keseluruhan.
2.        Metode demonstrasi;
Metode ini digunakan dalam proses pembelajaran yang bersifat praktik, seperti cara mengajar dan menulis. Menurut Ibn Sina jika seorang guru akan menggunakan metode demonstrasi ini dalam mengajar menulis huruf hijaiyah, maka terlebih dahulu guru mencontohkan tulisan huruf hijaiyah sesuai dengan makhraj-nya dan dilanjutkan dengan mendemonstrasikan cara menulisnya.
3.        Metode pembiasaan dan keteladanan;
metode yang paling efektif, khususnya dalam mengajarkan akhlak kepada anak didik. Cara tersebut secara umum dilakukan dengan pembiasaan dan teladan yang disesuaikandenga perkembangan jiwa anak.Ibn Sina berpendapat adanya pengaruh “mengikuti dan meniru” atau contoh tauladan baik dalam proses pendidikan di kalangan anak pada usia dini terhadap kehidupan mereka.
4.        Metode diskusi;
Dilakukan dengan cara menyajikan pelajaran di mana anak didik dihadapkan kepada suatu maslah yang berupa pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama. Ibn Sina menggunakan metode ini untuk mengajarkan pengetahuan yang bersifat rasional dan teoritis.Pengetahuan model ini pada masa Ibn Sina berkembang pesat. Jika pengetahuan tersebut diajarkan dengan metode ceramah, maka para siswa akan tertinggal jauh dari perkembangan ilmu pengetahuan tersebut.
5.        Metode magang; Ibn Sina menggunakan metode ini dalam mengajarkan ilmu kedokterannya. Ketika para muridnya belajar ilmu kedokteran ini, mereka dianjurkan agar menggabungkan teori dan praktik. Metode ini akan menimbulkan manfaat ganda, yaitu disamping mempermahir anakdidik dalam suatu bidang ilmu, juga akan mendatangkan keahlian dalam bekerja yang menghasilkan kesejahteraan secara ekonomis. Metode ini disebut juga dengan metode Learning By Doing (belajar sambil bekerja).
6.        Metode penugasan;
Metode ini dapat dilakukan dengan menyusun sejumlah modul atau naskah kemudian menyampaikan kepada anak didik untuk dipelajarinya.
7.        Metode targhib dan tarhib; dalam pendidikan modern dikenal dengan istilah reward yang berarti ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan dan merupakan salah satu alat pendidikan dan membentuk reinforcement yang positif, sekaligus sebagai motivasi yang baik. Tetapidalam keadaan terpaksa, metode hukuman (tarhib) atau punishment dapat dilakukan dengan cara diberi peringatan dan ancaman terlebihdahulu. Jangan menindak anak dengan kekerasan, tetapi dengan kehalusanhati, lalu diberi motivasi dan persuasi dan kadang-kadang dengan mukamasam atau dengan cara agar anak didik kembali pada perbuatan baik.Tetapi jika sudah terpaksa memukul, cukuplah satu kali yangmenimbulkan rasa sakit, dan dilakukan setelah memberi peringatan kerasdan menjadikan sebagai alat penolong untuk menimbulkan pengaruh yangpositif dalam jiwa anak.


G.           KESIMPULAN
Ibn Sina berpendapat bahwa pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki oleh seseorang ke arah perkembangannya yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual,dan budi pekerti.
Selain itu tujuan pendidikan menurut Ibn Sina harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup di masyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecenderungan dan potensi yang dimilikinya. Tujuan dan sasaran pendidikan Ibn Sina menerangkan tujuan pendidikan memiliki fungsi : (1)Menentukan haluan bagi proses pendidikan, (2)Memberikan rangsangan, (3) Bernilai, karena dipandang bernilai, tentulah akan mendorong anak didik untuk mengeluarkan tenaga yang diperlukan untuk mencapainya, (4)Memberikan keterampilan-keterampilan kepada anak didiknya (5)Membentuk manusia yang berkepribadian akhlak mulia
Ibn Sina merumuskan beberapa Metode pembelajaran yang disesuaiakan dengan tahap perkembangan psikologis anak, yaitu: (1)Metode talqin;(2) Metode demonstrasi;(3) Metode pembiasaan dan keteladanan; (4) Metode diskusi; (5) Metode magang (metode Learning By Doing -belajar sambil bekerja); (6) Metode penugasan; (7) Metode targhib dan tarhib;



DAFTAR PUSTAKA


Aisyah, Nyimas. 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Al Naqib, Abd al-Rahman. 1993. Avicenna. UNESCO:International Bureu of Education, XXIII – 1/2, p.53-69.
Augustine,Charles D’ Smith.1992. Teaching Elementary School Mathematics. New York: Harper Collins Publisher.
Bobango, J.C. 1993. Geometry For All Students: Phase-based Instruction. DalamG.Cueves & M.Driscoll (Eds). Reaching All Students WithMathematics. Reton, VA. National Council of Teachers ofMathematics.
Burger,W. F & Culpepper, B. 1993. Restructuring Geometry. Dalam P.S. Wilson.(Ed). Research Ideas for the Classroom (High schoolMathematics). New York: Macmillan Publishing Company.
Chodry, Mohammad. 2014. Komparasi Antara Konsep Kurikulum 2013 Dan Konsep Pendidikan Ibn Sina. Undergraduate thesis. Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya.
Crowley, M.L. 1987. The Van hiele Model of the Development of Geometric Thought . Dalam Lindquist, M.M and Shulte, A.P. (Eds.), Learning and Teaching Geometry, K-12, (pp. 1-16). Reston VA: National Council of Teachers of Mathematics.
Clements, D. H & Battista. 1992. Geometry and Spatial Reasoning. Dalam D.A. Grows, (ed.). Handbook of Research on Teaching and Learning Mathematics. (pp. 420-464). New York: MacMillan Publisher Company.
Husnaeni 2001. Membangun Konsep Segitiga Melalui Penerapan Teori Van Hiele Pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar. Tesis tidakditerbitkan.Malang: PPS Universitas Negeri Malang.
Kahfi, M.S. 2000. Merancang Pembelajaran Geometri di Sekolah Berdasarkan Tahap- Tahap Belajar Van Hiele. Makalah disampaikan pada SeminarNasional Pengajaran Matematika Sekolah Menengah, JurusanPendidikan Matematika FMIPA UM, 25 Maret l.
Gohlman, William E. 1974.  The Life Of Ibn Sina: A Critical Edition and Annoted Translation. Albany, New York : State University of New York Press

---------------. 1986. The Life and Teaching of Ibn Sina. Indian Journal of History of Science.21(3), p.220-243
Naqib, A Rahman.1993. Avicenna’s Educational Philosophy; Muslim Theoretical and Practical Medical Training; Studies on Islamic Education; The Degree of Islamic Involvement among Students; and Islamic Education: Vocation and StructureArabic.

A.         
Next
This is the most recent post.
Previous
Posting Lama

Posting Komentar

 
Top