TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF PIAGET
Difia
Esa Bunga, Fitria Mahardika, Otto SK dan Pika Merliza
2016
A.
Pendahuluan
Teori
perkembangan kognitif Piaget telah terkenal didunia pendidikan, walaupun
sesungguhnya Piaget bukanIah seorang pendidik dan tidak pernah berpura-pura
menjadi
seorang pendidik. Tetapi dia memberi suatu
kerangka konseptual yang bermanfaat untuk memandang masalah-masalah pendidikan.
Didalam teorinya, terdapat beberapa prinsip dalam teori perkembangan kognirif
Piaget yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran.Menurut teori Piaget,
pikiran anak bukan suatu kotak yang kosong; sebaliknya anak memiliki sejumlah
gagasan tentang dunia fisik dan alamiah, yang bereda dengan gagasan-gagasan
orang dewasa. Maka dalam rangka pengembangan pembelajaran yang optimal, maka penulis
dalam hal ini akan memaparkan teori perkembangan kognitif Piaget yang dapat
menjadi dasar kita untuk membelajarkan anak manusia.
B. Pembahasan
Riwayat Kehidupan Piaget
Jean
Piaget lahir pada 9 Agustus 1896 di Neuchatel Swiss. Ayahnya adalah ahli
sejarah yang mengkhususkan diri dibidang sejarah literatur pada abad
pertengahan. Piaget pada awalnya tertarik pada Biologi, ketika berusia 11 tahun
dia memplubikasikan artikel satu halaman tentang burung pipit albino yang
dilihatnya di taman. Antara usia 15 dan 18 tahun, dia mempublikasikan sejumlah
artikel tentang kerang.hingga akhirnya ia ditawari posisi kurator koleksi
kerang di Museum Geneva saat masih duduk di sekolah menengah. Piaget mendapat
gelar Ph.D.di bidang Biologi saat berumur 21 tahun, sampai usia 30 tahun dia
telah mempublikasikan lebih dari 20 paper terutama tentang kerang-kerangan dan
beberapa topik lainnya. Di usia 23 tahun, dia mempublikasikan artikel tentang
hubungan antara psikoanalisis dengan psikologi anak. Setelah mendapatkan gelar
doktor, Piaget mendapat bermacam-macam pekerjaan, diantarannya adalah bekerja
di Binet Testing Laboratory di Paris. Selama bekerja di Laboratorium itulah Piaget
mulai tertarik pada kemampuan inteligensi anak.
Saat
menyusun standarisasi tes kecerdasan Piaget mencatat sesuatu yang berpengaruh
besar terhadap teori perkembangan intelektualnya. Dia menemukan bahwa jawaban
yang salah untuk pertanyaan tes adalah lebih informatif ketimbang jawAban yang
benar. Dari hasil pengamatannya bahwa kesalahan serupa dibuat oleh anak yang
usiannya kira-kira sama dan jenis kesalahan yang dibuat oleh anak usia tertentu
berbeda secara kualitatif dengan jenis kesalahan yang dibuat oleh anak usia
yang berbeda. Piaget mulai menyadari bahwa inteligensi tidak dapat disamakan
dengan jumlah soal tes yang dijawab dengan benar. Menurutnya pertanyaan yang
mendasar adalah mengapa beberapa anak mampu menjawab sejumlah pertanyaan secara
benardan anak yang lainnya tidak demikian, atau mengapa seorang anak dapat
menjawab sebagian soal dengan benar tetapi salah untuk sebagian soal lainnya.
Piaget mulai mencari variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja tes anak.
Piaget
meninggalkan Laboratorium Binet untuk menjadi direktur riset di JJ Rousseau
Institut di Geneva Swiss, di mana dia bisa melakukan penelitian sendiri,
menggunakan metode sendiri, hingga karya utama pertamanya tentang psikologi
perkembangan mulai muncul. Dia melanjutkan karyanya dengan mempelajari tiga
anaknya sendiri. Dia dan istrinya melekukan observasi yang cermat atas ketiga
anak mereka selama bertahun-tahun dan meringkas temuannya di beberapa buku.
Penggunaan anak sendiri sebagai sumber informasi penyusunan teorinya telah
dikritik banyak pihak. Namun observasi yang lebih luas dengan menggunakan lebih
banyak anak ternyata cocok dengan observasi Piaget.
Perkembangan
kognitif
Perkembangan merupakan pola perkembangan
individu yang berawal pada konsepsi dan terus berlanjut sepanjang hayat dan
bersifat involusi (Yussen, S., 1992). Perkembangan merupakan serangkaian
perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan
pengalaman dan terdiri atas serangkaian perubahan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif
(E.B. Harlock). Perkembangan mengandung makna adanya pemunculan sifat-sifat
yang baru, yang berbeda dari sebelumnya (Kasiram, 1983 : 23).
Santrockmenjelaskanpengertianperkembangansebagaiberikut
:”development is the pattern of change that begin at conception and
continousthrought the life span. Most development involves growth, although it
includes decay (as in death and dying). The pattern of movement is complex
because it is product of several processes-biological, cognitive, and socio
motional.”Sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan
bahwa, perkembangan adalah suatu
perubahan yang terus menerus dari lahir hingga dewasa yang memunculkan
sifat-sifat yang baru berdasarkan interaksi dengan lingkungan
Sementara
itu,kognitif
adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif
diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan: pengetahuan
(knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa
(analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti
persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional
(akal). Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk
mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain
(manusia).
Manusia telah mengalami perkembangan kognitif sejak masa pascakehamilan
hingga prakehamilan yang terus menerus berkembang.Pada
masa anak-anak atau pun usia pada saat sekolah mengalami perkembangan kognitif
yang terus berkembang, dari mulai masa bayi sampai anak remaja. Ada beberapa
teori yang menerangkan perkembangan kognitif yang dialami pada anak, salah satu
tokoh tersebut itu adalah Piaget. Perkembangan kognitif merupakan perkembangan
pikiran. Pikiran anak adalah bagian dari otaknya yang bertanggung jawab
terhadap bahasa, pembentukan mental, pemahaman, penyelesaian masalah,
pandangan, penilaian, pemahaman sebab akibat, serta ingatan. Teori Piaget
mengatakan bahwa perkembangan mendahului pembelajaran. Dengan kata lain,
struktur kognisi tertentu perlu berkembang sebelum jenis-jenis pembelajaran
tertentu dapat terjadi.
Teori
perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu teori yang menjelasakan
bagaimana anak beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek dan
kejadian-kejadian sekitarnya. Piaget memandang bahwa anak memainkan peran aktif
dalam menyusun pengetahuannya mengenai realitas. Anak tidak pasif menerima
informasi. Untuk lebih memahami mengenai teori perkembangan kognitif dipaparkan
bagian-bagain penting dalam teori Piaget.
Konsep
Teoritis Utama Piaget
1.
Inteligensi
Menurut Sandtrock (2010: 134), Intelegensi
merupakan keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi pada, dan
belajar dari, pengalaman hidup sehari-hari. Sejalan dengan pendapat tersebut, Woolfolk
(2008) mengemukakan bahwa intelegensi adalah kemampuan atau berbagai kemampuan
untuk mendapatkan dan menggunakan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah dan
beradaptasi dengan dunia. Inteligensi artinya membahas kecerdasan seorang anak.
Menurut Piaget (Hergenhahn & Olson. 2008: 313), inteligensi atau cerdas
bukan sekedar banyaknya jumlah jawaban benar dalam suatu tes inteligensi.
Tindakan yang cerdas adalah tindakan yang menimbulkan kondisis yang mendekati
optimal untuk kelangsungan hidup. Inteligensi memungkinkan seseorang untuk
menangani secara efektif lingkungannya. Artinya inteligensi adalah bagaimana
interaksi antara seseorang dan lingkungannya. Kemampuan ini merupakan ciri
bawaan yang dinamis dan terus berkembang. Karena interaksi antara manusia dan
lingkungannya senantiasa terus berubah.
2. Organisasi
Merupakan istilah
yang digunakan Piaget untuk mengintegrasikan pengetahuan kedalam sistem-sistem.
Dengan kata lain, organisasi adalah sistem pengetahuan atau cara berfikir yang
disertai dengan pencitraan realitas yang semakin akurat. Contoh: anak laki-laki
yang baru berumur 4 bulan mampu untuk menatap dan menggenggam objek.
Setelah itu dia
berusaha mengkombunasikan dua kegiatan ini (menatap dan menggenggam) dengan
menggenggam objek-objek yang dilihatnya. Dalam sistem kognitif, organisasi
memiliki kecenderungan untuk membuat struktur kognitif menjadi semakin komplek.
Struktur-struktur kognitif disebut skema. Skema adalah pola prilaku
terorganisir yang digunakan seseorang untuk memikirkan dan melakukan tindakan
dalam situasi tertentu. Contoh: gerakan reflek menyedot pada bayi yaitu gerakan
otot pada pipi dan bibir yang menimbulkan gerakan menarik.
3.
Skemata
Skemata
adalah bentuk jamak dari skema. Skema
adalah istilah yang amat penting dalam teori Piaget. Suatu skema dapat dianggap
sebagai elemen dalam struktur kognitif seseorang. Skemata yang ada dalam diri
seseorang akan menentukan bagaimana ia akan merespon lingkungan fisik. Skemata
dapat muncul dalam bentuk yang jelas atau tersamarkan. Manifestasi skema yang
tidak jelas dapat disamakan dengan tindak berpikir. Jadi jelaslah bahwa cara
anak menghadapi lingkungan akan berubah-ubah seiring dengan pertumbuhan si
anak. Agar terjadi interaksi seseorang dan lingkungannya, skemata yang tersedia
untuk anak juga harus berubah.
4.
Adaptasi
Jumlah
skemata yang tersedia untuk seseorang adalah struktur kognitif orang tersebut.
Adaptasi, atau bagaimana seseorang berinteraksi dengan lingkungannya akan
bergantung pada jenis struktur kognitif yang ada. Menurut (Hergenhahn &
Olson. 2008: 315), Piaget menyebutkan
ada dua proses adaptasi yang ada dalam diri seseorang, yaitu:
a. Asimilasi
Asimilasi adalah proses merespon lingkungan
sesuai dengan struktur kognitif seseorang, yaitu dengan jenis pencocokan atau
penyesuaian antara struktur kognitif dengan lingkungan fisik.
b. Akomodasi
Akomodasi adalah proses memodifikasi struktur
kognitif. Modifikasi ini dapat dinamakan dengan proses belajar. Kita merespons
dunia berdasarkan pengalamn kita sebelumnya, tetapi pengalaman memuat
aspek-aspek yang berbeda dengan pengalaman yang kita alami sebelumnya. Aspek
unik dari pengalaman ini menyebabkan perubahan struktur kognitif (akomodasi).
Jelas,
jika asimilasi adalah satu-satunya proses kognitif, maka tak akan ada
perkembangan intelektual sebab seseorang hanya akan mengasimilasikan
pengalamannya ke dalam struktur kognitif. Asimilasi dan akomodasi disebut juga
sebagai invarian fungsional karena mereka terjadi disemua level perkembangan
intelektual.
5.
Ekuilibrasi
Menurut
Piaget, Ekuilibrasi adalah tendensi bawaan untuk mengorganisasikan pengalaman
agar mendapatkan adaptasi yang maksimal.Ekuilibrasi diartikan sebagai kemampuan yang mengatur
dalam diri individu agar ia mampu mempertahankan keseimbangan dan menyesuaikan
diri terhadap lingkungannya. Agar terjadi ekuilibrasi antara diri dengan
lingkungan, maka peristiwa asimilasi dan akomodasi harus terjadi secara
terpadu, bersama-sama dan komplementer. Contoh: bayi yang biasanya mendapat
susu dari payudara ibu ataupun botol, kemudian diberi susu dengan gelas
tertutup (untuk latihan minum dari gelas). Ketika bayi menemukan bahwa menyedot
air gelas membutuhkan gerakan mulut dan lidah yang berbeda dari yang biasa
dilakukannya saat menyusu dari ibunya, maka si bayi akan mengakomodasi hal itu
dengan akomodasi skema lama. Dengan melakukan hal itu, maka si bayi telah
melakukan adaptasi terhadap skema menghisap yang ia miliki dalam situasi baru
yaitu gelas. Dengan demikian asimilasi dan akomodasi bekerjasama untuk
menghasilkan ekuilibrium dan pertumbuhan.
Asimilasi,
akomodasi dan ekuilibrasi adalah tiga proses yang menjelaskan bagaimana proses
perkembangan intelektual anak. Berikut adalah gambar proses bagaimana ketiga
aspek ini saling berinteraksi:
Seperti
kita ketahui, asimilasi memungkinkan seseorang untuk merespons situasi sesuai
dengan pengalaman sebelumnya, tapi terkadang terdapat aspek unik dari situasi
tersebut yang tidak sesuai dengan pengalaman sebelumnya sehingga menyebabkan
ketidakseimbangan kognitif. Karena ada kebutuhan bawaan untuk mencapai harmoni,
seimbang (ekuilibrium), struktur mental seseorang berubah agar dapat memasukkan
aspek unik dari pengalaman ini dan menyebabkan upaya penyeimbangan kognitif
kembali. Tetapi selain usaha memulihkan keseimbangan, penyesuaian ini membuka
jalan bagi interaksi baru dan berbeda dengan lingkungan. Akomodasi tersebut
menyebabkan perubahan mental, sehingga jika aspek unik tersebut dijumpai lagi,
aspek itu tidak akan menimbulkan ketidakseimbangan, karena sudah dimodifikasi.
Selain
itu, tatanan kognitif ini membentuk basis untuk akomodasi yang baru, sebab
akomodasi selalu muncul dari ketidakseimbangan, dan yang menyebabkan
ketidakseimbangan itu selalu terkait dengan struktur kognitif seseorang saat
ini. secara bertahap, melalui proses penyesuaian diri ini, informasi yang pada
suatu waktu tidak bisa diasimilasi, pada akhirnya bisa diasimlasi. Mekanisme
asimilasi, akomodasi dan kekuatan penggerak ekuilibrasi akan menghasilkan
pertumbuhan intektual yang pelan tapi pasti.
6.
Interiorisasi
Interaksi
awal anak dan lingkungan adalah dari sensori motorik, kemudian dari pengalaman,
anak mengasimilasi pengetahuannya dan juga terjadi akomodasi dalam proses
perubahan struktur kognitif dalam diri anak tersebut. Semakin banyak
pengalaman, struktur kognitif juga semakin berkembang. Oleh karenanya situasi
ini memungkinkan anak untuk beradaptasi lebih mudah dengan lingkungannya dengan
situasi yang lebih beragam.
Setelah
struktur kognitif menjadi lebih luas, anak-anak mampu merespons sesuatu yang
lebih kompleks. Mereka tidak lagi bergantung pada situasi sekarang. Penurunan
ketergantungan pada lingkungan fisik dan meningkatnya struktur kognitif inilah
yang dinamakan interiorisasi. Setelah semakin banyak pengalaman yang diinteriorisasikan,
pemikiran menjadi alat untuk beradaptasi dengan lingkungan. Pada awalnya reaksi
adaptif anak akan kelihatan, namun dengan banyaknya interiorisasi ini, reaksi
adaptif akan menjadi tak tampak. Contohnya disini adalah, operasi. Awalnya
anak-anak akan beradaptasi dengan menggunakan operasi konkret yang kemudian
berubah ke operasi formal.
Tahap-Tahap
Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget, pikiran anak-anak
dibentuk bukan oleh ajaran orang dewasa atau pengaruh lingkungan lainnya.
Anak-anak memang harus berinteraksi dengan lingkungan untuk berkembang, namun
merekalah yang membangun struktur-struktur kognitif baru dalam dirinya. Piaget
juga yakin bahwa individu melalui empat tahap dalam memahami dunia.
Masing-masing tahap terkait dengan usia dan terdiri dari cara berfikir yang
khas atau berbeda. Menurut Slavin (Yulianto, Azizah, Wulandari, &
Dewantara, 2014) Tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget adalah sebagai
berikut
- Tahap Sensorimotorik
Tahap pertama perkembangan kognitif seseorang disebut dengan tahap
sensorimotorik, Periode ini dimulai sejak lahir sampai usia 2 tahun. Pada tahap ini, bayi
membangun suatu pemahaman tentang dunia dengan mengkoordinasikan
pengalaman-pengalaman sensor (seperti melihat dan mendengar) dengan
tindakan-tindakan fisik. Dengan berfungsinya alat-alat indera serta
kemampuan-kemampuan melakukan gerak motorik dalam bentuk refleks ini, maka
seorang bayi berada dalam keadaan siap untuk mengadakan hubungan dengan dunianya.
Piaget membagi tahap sensorimotorik ini kedalam 6 periode, yaitu:
a)
Periode 1: Penggunaan Refleks-Refleks (Usia 0-1 bulan)
Refleks
yang paling jelas pada periode ini adalah refleks menghisap (bayi otomatis
menghisap kapanpun bibir mereka disentuh) dan refleks mengarahkan kepala pada
sumber rangsangan secara lebih tepat dan terarah. Misalnya jika pipi kanannya
disentuh, maka ia akan menggerakkan kepala kearah kanan.
b)
Periode 2: Reaksi Sirkuler Primer (Usia 1-4 bulan)
Reaksi
ini terjadi ketika bayi menghadapi sebuah pengalaman baru dan berusaha
mengulanginya. Contoh: menghisap jempol. Pada contoh menghisap jempol, bayi
mulai mengkoordinasikan 1). Gerakan motorik dari tangannya dan 2). Penggunaan
fungsi penglihatan untuk melihat jempol.
c)
Periode 3 : Reaksi Sirkuler sekunder (Usia 4-10 bulan)
Reaksi
sirkuler primer terjadi karena melibatkan koordinasi bagian-bagian tubuh bayi
sendiri, sedangkan reaksi sirkuler sekunder terjadi ketika bayi menemukan dan
menghasilkan kembali peristiwa menarik diluar dirinya.
d)
Periode 4 : Koordinasi skema-skema skunder (Usia 10-12
bulan)
Pada
periode ini bayi belajar untuk mengkoordinasikan dua skema terpisah untuk
mendapatkan hasil. Contoh: suatu hari Laurent (anak Piaget) ingin memeluk kotak
mainan, namun Piaget menaruh tangannya ditengah jala. Pada awalnya Laurent
mengabaikan tangan ayahnya. Dia berusaha menerobos atau berputar
mengelilinginya tanpa menggeser tangan ayahnya. Ketika Piaget tetap menaruh
tangannya untuk menghalangi anaknya, Laurent terpaksa memukul kotak mainan itu
sambil melambaikan tangan, mengguncang tubuhnya sendiri dan mengibaskan
kepalanya dari satu sisi ke sisi lain. Akhirnya setelah beberapa hari mencoba,
Laurent berhasil menggerakkan perintang dengan mengibaskan tangan ayahnya dari
jalan sebelum memeluk kotak mainan. Dalam kasus ini, Laurent berhasil
mengkoordinasikan dua skema terpisah yaitu: Mengibaskan perintang dan Memeluk
kotak mainan.
e)
Periode 5 : Reaksi Sirkuler Tersier (Usia 12-18 bulan)
Pada
periode 4, bayi memisahkan dua tindakan untuk mencapai satu hasil tunggal. Pada
periode 5 ini bayi bereksperimen dengan tindakan-tindakan yang berbeda untuk
mengamati hasil yang berbeda-beda. Contoh: Suatu hari Laurent tertarik dengan
meja yang baru dibeli Piaget. Dia memukulnya dengan telapak tangannya beberapa
kali. Kadang keras dan kadang lembut untuk mendengarkan perbedaan bunyi yang
dihasilkan oleh tindakannya.
f)
Periode 6 : Permulaan Berfikir (Usia 18-24 bulan)
Pada
periode 5 semua temuan-temuan bayi terjadi lewat tindakan fisik, pada periode 6
bayi kelihatannya mulai memikirkan situasi secara lebih internal sebelum pada
akhirnya bertindak. Jadi, pada periode ini anak mulai bisa berfikir dalam
mencapai lingkungan.
Pada
periode ini anak sudah mulai dapat menentukan cara-cara baru yang tidak hanya
berdasarkan rabaan fisis dan internal, tetapi juga dengan koordinasi internal
dalam gambaran atau pemikirannya.Seseorang bayi mengalami perkembangan
kognitif yang sangat cepat. Dengan gerak refleks dan panca indranya, bayi mulai
mengerti dunia di sekelilingnya. Melalui proses asimilasi dan akomodasi, si
bayi semakin memahami dunia. Hal yang menonjol pada periode ini adalah
egosentrisme yang tinggi pada bayi. Ia tidak dapat melihat sesuatu dari sudut
pandang orang lain. Perkembangan utama yang terjadi pada periode ini adalah pemahaman
tentang keberadaan benda-benda dan kejadian-kejadian yang tak terpengaruh aksi
individu (object permanence).
2.
Tahap Pra-Operasional
Tahap Perkembangan kognitif ini
berada pada rentang usia 2-7 tahun. Pada tahap ini anak mulai melukiskan dunia
dengan kata-kata dan gambar-gambar atau simbol. Menurut Piaget, walaupun
anak-anak pra sekolah dapat secara simbolis melukiskan dunia, namun mereka
masih belum mampu untuk melaksanakan “Operation (operasi)”, yaitu tindakan
mental yang diinternalisasikan yang memungkinkan anak-anak melakukan secara
mental yang sebelumnya dilakukan secara fisik. Perbedaan tahap ini dengan tahap
sebelumnya adalah “kemampuan anak mempergunakan simbol/semiotik/simbolik”.
Penggunaan simbol bagi anak pada tahap ini tampak dalam lima gejala berikut:
a)
Imitasi tidak langsung
Anak mulai dapat menggambarkan sesuatu hal yang
dialami atau dilihat, yang sekarang bendanya sudah tidak ada lagi. Jadi
pemikiran anak sudah tidak dibatasi waktu sekarang dan tidak pula dibatasi oleh
tindakan-tindakan indrawi sekarang. Contoh: anak dapat bermain kue-kuean
sendiri atau bermain pasar-pasaran. Ini adalah hasil imitasi.
b)
Permainan Simbolis
Sifat permainan simbolis ini juga imitatif, yaitu anak
mencoba meniru kejadian yang pernah dialami. Contoh: anak perempuan yang
bermain dengan bonekanya, seakan-akan bonekanya adalah adiknya.
c)
Menggambar
Pada tahap ini merupakan jembatan antara permainan
simbolis dengan gambaran mental. Unsur pada permainan simbolis terletak pada
segi “kesenangan” pada diri anak yang sedang menggambar. Sedangkan unsur
gambaran mentalnya terletak pada “usaha anak untuk memulai meniru sesuatu yang
riel”. Contoh: anak mulai menggambar sesuatu dengan pensil atau alat tulis
lainnya.
d)
Gambaran Mental
Merupakan penggambaran secara pikiran suatu objek atau
pengalaman yang lampau. Gambaran mental anak pada tahap ini kebanyakan statis.
Anak masih mempunyai kesalahan yang sistematis dalam mengambarkan kembali
gerakan atau transformasi yang ia amati.
Contoh yang digunakan Piaget adalah deretan lima kelereng putih dan hitam.
Contoh yang digunakan Piaget adalah deretan lima kelereng putih dan hitam.
e)
Bahasa Ucapan
Anak
menggunakan suara atau bahasa sebagai representasi benda atau kejadian. Melalui
bahasa anak dapat berkomunikasi dengan orang lain tentang peristiwa kepada
orang lain.
Pada
Tahap Pra-Operational, Pikiran dan komunikasi mereka cenderung egosentris
(tentang diri mereka sendiri).
Egosentrisme berarti ketidakmampuan anak untuk melihat keadaan dari
sudut pandang oranglain. Menurut Piaget, anak yang egosentris menganggap bahwa
semua orang akan melihat, mendengar,dan merasakan sesuatu sama seperti dirinya.
Piaget ingin mengetahui pada umur berapakah seorang anak akan mulai
meninggalkan egosentrisme ini (decentering). Ciri lain dari periode ini adalah animisme,
yaitu kepercayaan bahwa benda mati juga memiliki perasaan dan kemauan layaknya
manusia.
3.
Tahap Operasional Kongkret
Tahap Operasional
Kongkret terjadi pada rentang usia 7-11 tahun. Piaget mengganggap tahapan
ini merupakan awal pemikiran logis seorang anak, dimana dicirikan dengan
perkembangan system pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan yang logis.
Anak sudah mengembangkan operasi logis. Pada tahap ini seorang anak telah cukup
dewasa untuk berpikir logis, akan tetapi terbatas untuk objek yang konkret
saja. Proses-proses
penting selama tahapan ini adalah:
a)
Pengurutan
Kemampuan
untuk mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya,
bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang
paling besar ke yang paling kecil.
b)
Klasifikasi
Kemampuan
untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya,
ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian
benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak
tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua
benda hidup dan berperasaan).
c)
Decentering
Anak
mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa
memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap gelas lebar tapi
pendek lebih sedikit isinya dibanding gelas kecil yang tinggi.
d)
Reversibility
Anak
mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke
keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan
8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
e)
Konservasi
Memahami
bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan
dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai
contoh, bila anak diberi gelas yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka
akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di
gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi gelas lain.
f)
Penghilangan sifat Egosentrisme
Kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang
orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah).
Sebagai contoh, Lala menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan
ruangan, kemudian Baim memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru
Lala kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa
Lala akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu
bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Baim.
4.
Tahap Operasional Formal
Periode Perkembangan
Kognitif yang terakhir yaitu Tahap Operasional Formal yang terjadi pada rentang
usia lebih dari 11 tahun sampai dewasa. Menurut Piaget, Karakteristik tahap ini
adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara
logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.
Dalam tahapan ini,
seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Dilihat
dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai
perubahan besar lainnya), Menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis,
kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan social.
Pada tahap ini,
seseorang yang dikatakan remaja telah memiliki kemampuan untuk berpikir
sistematis, yaitu bisa memikirkan semua kemungkinan untuk memecahkan suatu
persoalan. Contoh: ketika suatu saat mobil yang ditumpanginya mogok, maka jika
penumpangnya adalah seorang anak yang masih dalam tahap operasi berpikir
kongkret, ia akan berkesimpulan bahwa bensinnya habis. Ia hanya menghubungkan
sebab akibat dari satu rangkaian saja. Sebaliknya pada remaja yang berada pada
tahap berfikir formal, ia akan memikirkan beberapa kemungkinan yang menyebabkan
mobil itu mogok. Bisa jadi karena businya mati, atau karena platinanya, dll. Contoh
lainnya, dalam menyelesaikan soal jika A < B dan B < C maka A < C,
logika seperti ini tidak dapat dilakukan oleh anak pada tahap sebelumnya.
Menurut Kagan (Ichsan, n.d), tahap ini dicirikan oleh
tiga kualitas utama.Pertama, analisis masalah menjadi sistematis, kemampuan
untuk mempertimbangkan semua kemungkinan pemecahan masalah. Karakteristik
kedua, kemampuan untuk berpikir tentang ide dan proposisi yang mungkin.
Karakteristik ketiga, struktur mental dengan urutankerumitan yang lebih tinggi,
kemampuan yang berkaitan denganpengelompokkan masalah-masalah besar. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa karena pada tahap ini seorang siswa sudah dapat berfikir
abstrak seperti melakukan perhitungan matematika kreatif, dan
membayangkan akibat dari suatu tindakan.
Proses Perkembangan Kognitif
ProsesperkembangankognitifseseorangmenurutPiagetharusmelaluisuatuproses
yang disebut dengan adaptasi dan organisasi
seperti ditunjukkan Piaget melalui
ilustrasi diagramdi
bawah ini.
Diagram
1. Ilustrasi Proses Perkembangan Kognitif
Diagram
diatas menunjukkan bahwa tanpa adanya pengalaman baru, struktur kognitif para
siswa akan berada dalam keadaan equlibirum (tenang dan stabil). Jadi,
perkembangan kognitif seseorang ditentukan oleh seberapa besar interaksinnya
dengan lingkungan (pengalaman baru) yang harus dikaitkan atau dihubungkan
dengan struktur kognitif (Schema) mereka melalaui proses organisasi dan
adaptasi (Asimilasi dan akomodasi)
Faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif
Piaget menjelaskan
bahwa perkembangan kognitif seseorang dipengaruhi oleh empat hal berikut
(Shadiq & Mustajab, 2011, h. 31)
.
1.
Kematangan (maturation) otak dan
sistem syarafnya. Kematangan sistem syaraf sangat penting dimiliki setiap
siswa. Siswa yang msempurnaan yang berkait dengan kematangan ini, sedikit
banyak akan mengurangi kemampuan dan perkembangan kognitifnya. Karena itusekali
bagi orang tua untuk membesarkan putera-puterinya dengan mbergizi dan kasih
sayang yang cukup, sehingga putera-puteri tersebut akan memiliki kematangan
otak dan sistem syaraf yang sempurna.
2.
Pengalaman (experience) yang terdiri
atas: Pengalaman fisik (physical experience), yaitu interaksi manusia
dengan lingkungannya. Contohnya adalah interaksi seorang siswa dengan kumpulan
batu yang ia tata. b. Pengalaman logika-matematis (logico-mathematical
experience), yaitu kegiatan-kegiatan pikiran yang dilakukan manusia.
Contohnya, siswa menata kumpulan batu sambil belajar membilang. Dapat juga
ketika siswa mulai berpikir bahwa suatu kumpulan lebih banyak dari kumpulan
yang lain.
3.
Transmisi sosial (social transmission),
yaitu interaksi dan kerjasama yang dilakukan oleh manusia dengan orang lain.
Mengapa seorang anak Indonesia yang dilahirkan di lingkungan yang selalu
berbahasa Inggris dan selalu berinteraksidengan bahasa Inggris akan menyebabkan
ia mahir berbahasa Inggris? Jawabannya adalah adanya faktor transmisi sosial
tersebut. Seorang anak yangdilahirkan di suatu keluarga yang lebih mengutamakan
penalaran (reasoning) akan menghasilkan anak-anak yang lebih
mengutamakan kemampuan penalaran ketika memecahkan masalah.
4.
Penyeimbangan (equilibration), suatu
proses, sebagai akibat ditemuinya pengalaman (informasi) baru, seperti
ditunjukkan pada diagram Piaget di atas.
Seorang anak yang sejatinya berbakat untuk mempelajari matematika, namun karena
ia tidak mendapat tantangan yang cukup, maka perkembangan kognitifnya akan
terhambat.
Implementasi Teori Perkembangan Kognitif
Piaget dalam Pembelajaran Matematika
Penerapan dari empat
tahap perkembangan intelektual anak yang dikemukakan oleh Piaget, adalah
sebagai berikut:
1. Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)
Untuk mengembangkan
kemampuan matematika anak di tahap ini, kemampuan anak mungkin ditingkatkan
jika dia cukup diperbolehkan untuk bertindak terhadap lingkungan. Anak – anak
pada tahap sensorimotor memiliki beberapa pemahaman tentang konsep angka dan
menghitung. Misalnya: Orang tua dapat membantu anak- anak mereka menghitung
dengan jari, mainan dan permen. Sehingga anak dapat menghitung benda yang dia
miliki dan mengingat apabila ada benda yang ia punya hilang.
2. Tahap persiapan operasional ( 2 -7 tahun)
Piaget membagi
perkembangan kognitif tahap persiapan operasional dalam dua bagian:
a. Umur
2 – 4 tahun
Pada
umur 2 tahun, seorang anak mulai dapat menggunakan symbol atau tanda untuk
mempresentasikan suatu benda yang tidak tampak dihadapannya. Penggunaan symbol
itu tampak dalam 4 gejala berikut:
1) Imitasi
tidak langsung
Menurut
Wadsworth (dalam Paul Suparno, 2001:51), Anak mulai dapat menggambarkan suatu
hal yang sebelumnya dapat dilihat, yang sekarang sudah tidak ada. Dengan kata
lain, ia mulai dapat membuat imitasi yang tidak langsung dari bendanya sendiri.
Contohnya: Bola sesungguhnya dalam bentuk bola plastik.
2) Permainan
simbolis
Dalam
permainan simbolis, seringkali terlihat bahwa seorang anak berbicara sendirian
dengan mainannya. Misalnya: Jika si anak merasa senang dengan bola, maka ia
akan bermain bola – bolaan. Menurut Piaget, permainan tersebut merupakan
ungkapan diri anak dalam menghadapi masalah, suasana hati, ketakutan dan lain –
lain
3) Menggambar
Menggambar
pada tahap pra operasional merupakan jembatan antara permainan simbolis dengan
gambaran mental. Unsur permainan simbolisnya terletak pada segi “kesenangan”
pada diri anak yang sedang menggambar. Unsur gambaran mentalnya terletak pada
usaha anak untuk mulai meniru sesuatu yang real.
4) Gambaran
mental
Umur 4 – 7 tahun
(pemikiran intuitif)
Pada umur 4 – 7
tahun, pemikiran anak semakin berkembang pesat. Tetapi perkembangan itu belum
penuh karena anak masih mengalami operasi yang tidak lengkap dengan suatu
bentuk pemikiran atau penalaran yang tidak logis. Contoh: Terdapat 20 kelereng,
16 berwarna merah dan 4 putih diperlihatkan kepada seorang anak dengan
pertanyaan berikut: “Manakah yang lebih banyak kelereng merah ataukah
kelereng-kelereng itu?”
A usia 5 tahun
menjawab: “lebih banyak kelereng merah.”
B usia 7 tahun
menjawab: “Kelereng kelereng lebih banyak daripada kelereng yang berwarna
merah.” Tampak bahwa A tidak mengerti pertanyaan yang diajukan, sedangkan B
mampu menghimpun kelereng merah dan putih menjadi suatu himpunan kelereng atau
dapat disimpulkan bahwa anak masih sulit untuk menggabungkan pemikiran
keseluruhan dengan pemikiran bagiannya. Contoh lain, seorang anak dihadapkan
dengan pertanyaan: “Manakah yang lebih berat 1 Kg kapas atau 1 Kg besi?”. Anak
tersebut pasti menjawab 1 Kg besi tanpa berpikir terlebih dahulu.
3. Tahap operasi konkret (7 – 11
tahun)
Tahap operasi konkret
dicirikan dengan perkembangan system pemikiran yang didasarkan pada aturan –
aturan tertentu yang logis. Tahap operasi konkret ditandai dengan adanya system
operasi berdasarkan apa- apa yang kelihatan nyata/konkret. Anak masih mempunyai
kesulitan untuk menyelesaikan persoalan yang mempunyai banyak variabel. ya.
Misalnya, bila suatu benda A dikembangkan dengan cara tertentu menjadi benda B,
dapat juga dibuat bahwa benda B dengan cara tertentu kembali menjadi benda A.
Dalam matematika, diterapkan dalam operasi penjumlahan (+), pengurangan (-),
urutan (<), dan persamaan (=). Contohnya, 5 + 3 = 8 dan 8 – 3 = 5
Pada umur 8 tahun,
anak sudah memahami konsep penjumlahanyang seterusnya berlanjut pada perkalian.
Misalnya guru memberikan soal kepada siswa mengenai perkalian.
4. Tahap operasi
formal (11 tahun keatas)
Pada tahap ini, anak
sudah mampu berpikir abstrak bila dihadapkan kepada suatu masalah dan ia dapat mengisolasi
untuk sampai kepada penyelesaian masalah tersebut. Pikirannya sudah dapat
melampaui waktu dan tempat tidak hanya terikat pada hal yang sudah
dialami.Contoh: Seorang anak mengamati topi ayahnya yang berbentuk kerucut. Ia
ingin mengetahui volum dari topi ayahnya tersebut. Lalu ia mengukur topi
tersebut dan memperoleh tinggi kerucut 30 cm dengan jari – jari 21 cm.Untuk
menyelesaikan persoalan tersebut, maka guru sudah terlebih dahulu memberikan
konsep kepada siswa mengenai bangun ruang(volum limas).
Volum limas = ⅓(luas alas)(tinggi limas)
= ⅓ × л × r² × t²
= ⅓ × 3,14 ×
7² cm² × 3 cm
=
154 cm³
Kesimpulan
Dalam pandangan Piaget, belajar yang sebenarnya
bukanlah sesuatu yang diturunkan oleh guru, melainkan sesuatu yang berasal dari
dalam diri anak sendiri. Piaget berpendapat bahwa belajar merupakan proses
menyesuaikan pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dipunyai
seseorang. Bagi Piaget, proses belajar berlangsung dalam tiga tahapan yakni:
asimilasi, akomodasi dan equilibrasi. Dari
hasil pembahasan dapat diperoleh, pertama, sebagai orang tua
atau guru harus belajar memahami apa yang dikatakan oleh anak-anak atau peserta
didik dan menanggapi dengan cara bicara yang sama dengan yang digunakan oleh
anak-anak. Kedua, anak atau peserta didik belajar mengkonstruksi pengetahuanya
sendiri. Ketiga, anak atau peserta didik pada dasarnya adalah suatu makluk yang
berpengetahuan, yang selalu termotivasi untuk memperoleh pengetahuan atau
dengan kata lain anak memmiki keakrifan belajar. Pembelajaran matematika yang
selama ini masih banyak kritikan, kurang optimal dan kurang memperhaukan
perkembangan kognisi peserta didik, maka dalam rangka pengembangan pembelajaran
supaya lebih oprimal dapat menggunakan
teori perkembnagan kognitif Piaget sebagai pertimbangan.
Referensi
Hergenhahn & Olson. 2008. Theories of Learning. Terjemahan oleh Triwibowo. Jakarta: Kencana
Ormrod, Jeanne Ellis
. 2012 . Psikologi Pendidikan . United States of America : Pearson
Santrock,
J.W, & Yussen, S.R. 1992. Child Development, 5 th Ed. Dubuque, IA
Shadiq & Mustajab. 2011. Penerapan Teori Belajar
dalam Pembelajaran Matematika SD. Yogyakarta: P4TK. [online]. Tersedia: http://p4tkmatematika.org/file/B11/SD/13.PENERAPAN%20.pdf.[9 April 2016]
Slavin, Robert E .
2008 . Psikologi Pendidikan : Teori dan Praktik . Jakarta : PT.Indeks.
Wm,
C.Brown.
Woolfolk, Anita. 2008. Educational Psychology Active Learning Edition. Terjemahan oleh
Soetjipto, Helly Prajitno & Sri Mulyantini Soetjipto. 2009. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Yulianto,
Azizah, Wulandari, & Dewantara. 2014. Teori Perkembangan Kognitif Piaget
dan Vygotsky.[online].Tersedia:https://docs.google.com/document/d/1lm2k_V_CXmTMBNgditvFfxomdrWSn3_92qTZeR0j3SY/edit?pli=1. [12 April 2016]
Posting Komentar