Teori Vygotsky
Brigita Wahyu Minarni, Lokana Firda Amrina, Jeanete Nenabu dan Dwi Mulyanto
UNY, 2016


Vygotsky dan Bandura merupakan dua tokoh besar yang berperan dalam kemajuan teori perkembangan anak. Walaupun keduanya berasal dari dua generasi yang berbeda namun karya mereka memiliki jalur yang tidak jauh berbeda. Vygotsky dan Bandura sama-sama merancang teori yang berhubungan dengan aktivitas sosial, di mana aktivitas sosial mempengaruhi perkembangan pemikiran anak. Karya Vygotsky banyak dipengaruhi oleh karya Piaget dan Marxist. Sedangkan karya Bandura  banyak dipengaruhi oleh tokoh penggagas teori Behavior-sosial seperti Robert Sears. Berikut ini adalah karya keduanya yang kami rangkum dan kami sintesis dari berbagai sumber.
A.         Sejarah Singkat  Vygotsky
Lev Semenovich Vygotsky lahir tahun 1896 di Belorussia (nantinya bagian dari persekutuan dengan Unisoviet). Vygotsky mendapat pendidikan dini melalui tutor secara privat dengan metode seperti yang Sokrates berikan, yaitu si tutor bertanya yang membantu penalarannya dan menemukan jawaban, lebih dari sekedar memberi suatu informasi fakta. Vygotsky menjalani aktifitas akademisnya di Universitas Moscow dengan mempelajari hukum, sejarah dan filsafat. Pada tahun 1924, Vygotsky mendapat posisi penting di sekolah tinggi psikologi di Moscow untuk membantu menyusun kembali sekolah tinggi dan mengembangkan Psikologi Marxist (Vygotsky termasuk orang yang berkomitmen terhadap Marxist). Dimana teori Marx diantaranya adalah : pertama, Marx menyatakan bahwa kesadaran masyarakat (sikap, pemahaman realita) dibangun dari produksi dan distribusi kegiatan dimana mereka terlibat; kedua, Mark menyatakan bahwa masyarakat berkembang melalui proses pemecahan konsep konflik dialek; dan yang ke-tiga adalah Mark berpendapat bahwa perkembangan sosial adalah sebuah proses sejarah dalam konteks budaya. Kesimpulannya, teori Vygotsky menggambarkan pandangan sejarah budaya dari perkembangan manusia, di mana sejarah masyarakat tempat anak dibesarkan dan pengalaman sejarah anak tersebut dalam masyarakat keduanya sangatlah penting dalam menentukan seorang anak dapat berpikir. Berikut ini adalah pembahasan mengenai teori yang disusun oleh Vygotsky.
B.          Peran Ucapan dan Bahasa
Tema utama dari karya Vygotsky adalah mengenai struktur kognitif yang diperoleh anak dari interaksi sosial dan budaya, terutama melalui mendengarkan bahasa yang mereka dengar di sekitar mereka. Menurut Vygotsky (dalam Langford, 2005; Vygotsky, 1986 ) anak mulai mengenal bahasa sejak ia berumur 1 sampai 3 tahun.  Menurut Vygotsky (dalam Cook & Cook, 2005), seorang anak akan mengadopsi bagian penting dari ucapan yang didengar melalui percakapan seseorang dengan kita di sekitar kita (social speech) menjadi ucapan yang di ucapkan dengan suara keras oleh si anak pada dirinya sendiri (privat speech). Dengan demikian bahasa (ucapan) telah membawa suatu konsep dan struktur kognitif bagi anak, konsep tersebut kemudian disebut sebagai “alat psikologi” yang akan digunakan oleh si anak. Contoh proses adopsi social speech ke private speech adalah sebagai berikut : seorang anak  ingin belajar menggambar lingkaran dan ia belum mempunyai konsep mengenai lingkaran, kemudian orangtuanya memberi arahan melalui ucapan dan sambil mempraktekannya “Mula-mula kita mulai dari titik ini melingkar (mempraktekkan membuat busur lingkaran), kemudian kembali lagi bertemu di titik semula” (social speech). Dari ucapan orang tua si anak, anak tersebut kemudian mencoba untuk mengulangi kata-kata orang tuanya yang ia ucapkan dengan keras pada dirinya sendiri sambil mempraktekkan apa yang telah dicontohkan oleh orangtuanya (private speech).
Ketika anak-anak belajar konsep baru atau tugas yang sulit, mereka sering mengandalkan dukungan dari berbicara sendiri ini (private), yang kemudian muncul proses internalisasi. Proses internalisasi adalah proses dimana bericara dan aktivitas eksternal diubah menjadi aktivitas internal dan masuk untuk dieksekusi secara mental. Kegiatan berbicara sendiri ini akan berkurang dan terus berkurang  sampai akhirnya internalisasi itu benar-benar muncul dari hanya sekedar berbicara dalam batin. Dapat dikatakan pula bahwa privat speech ini merupakan penghubung antara interaksi sosial secara eksternal dengan proses internal yang komplit dalam aktivitas mental anak. Gambar 1 berikut ini memperlihatkan ilustrasi mengenai proses tersebut :
                                                              
Gambar 1
Dari contoh dan ilustrasi di atas, dapat dilihat bahwa internalisasi terdiri dari sebuah seri perubahan, yaitu:
1.      Sebuah cara kerja yang pada awalnya menunjukkan sebuah aktivitas eksternal, yang diperbaiki dan mulai terjadi secara internal.
2.      Sebuah proses interpersonal (antar individu) diubah ke dalam sebuah hubungan intrapersonal (dalam satu individu).
3.      Perubahan antara proses interpersonal ke sebuah hubungan intrapersonal adalah sebuah rangkain panjang dari peristiwa perkembangan. Proses tersebut diubah secara berlanjut untuk mengadakan sebuah bentuk eksternal dari kegiatan sepanjang waktu sebelum secara resmi berbalik ke arah dalam.

Vygotsky percaya bahwa pikiran dan kemampuan berbicara mempunyai akar yang berbeda dalam perkembangan dan keduanya berdiri sendiri. Itulah alasan dalam perkembangan seorang anak terdapat tingkatan, kemampuan berbicara adalah kepandaian awal dan pikiran adalah kemampuan linguistik awal. Di suatu titik tertentu, kedua fungsi tersebut bertemu, kemudian pikiran menjadi lisan dan kemampuan berbicara menjadi masuk akal. Pertemuan antara kemampuan berbicara dan pikiran meningkatkan pikiran lisan. Menurut Vygotsky, perkembangan kemampuan berbicara beiringan dengan perkembangan proses mental lainnya seperti penggunaan tanda-tanda, termasuk perhitungan, dan ingatan hafalan.
Dalam teori Vygotsky interaksi interpersonal dengan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih ahli atau yang memediasi, akan menciptakan struktur kognitif secara meluas melalui budaya. Mediasi adalah proses memperkenalkan konsep, pengetahuan, keterampilan, dan strategi untuk anak (Cook & Cook, 2005). Untuk mediasi orang dewasa (atau rekan yang lebih tua), mediasi melibatkan memilih struktur mana yang akan diperkenalkan kepada anak, memutuskan kapan dan bagaimana cara mereka mengajar, dan membantu anak untuk menggunakan pemahamnnya. Misalnya, orang dewasa mengajari anak menata puzzle melalui memberikan petunjuk-petunjuk penting seperti mencocokan sudut, potongan bentuk, dan warna. Orang dewasa hanya memberikan sedikit ketrampilan kepada anak, kemudian anak melakukan internalisasi semua strategi tersebut dan pada akhirnya anak mampu menggunakan semua informasi menjadi suatu struktur dan menyelesaikan puzzle secara mandiri.
Kunci untuk membuat mediasi yang efektif adalah dengan menyesuaikan  pada tingkatan kemampuan yang sesuai untuk masing-masing anak. Struktur penjelaskan haruslah tidak begitu gampang sehingga anak langsung menginternalisasinya atau tidak juga begitu sulit sehingga anak tidak dapat memahaminya. Tingkat kesulitan optimal ini terletak dalam apa yang Vygotsky sebut sebagai  zona  perkembangan proksimal anak (zone of proximal development).
C.         Tahapan Perkembangan Kemampuan Berbicara
Vygotski menyatakan bahwa faktor kunci dalam perkembangan anak adalah berbahasa (language) (Vygotsky, 1986:p.162; Nixon & Aldwinckle, 2001). Bahasa mempengaruhi pengorganisasian dan fungsu struktur mental karena hal tersebut merupakan suatu alat yang digunakan dalam berinteraksi sosial baik dalam pembelajaran formal maupun non formal. Vygotsky percaya  bahwa kerangka berbicara  yang dikuasai oleh anak pada akhirnya menjadi kerangka dasar berpikir. Vygotksy (dalam Nixon) memaparkan antara pikiran dan berbahasa (language) melalui empat model tahapan perkembangan berbicara :
Tahap pertama, Primitive atau Nature stage, yaitu dari lahir sampai umur 2 tahun. Pada tahap ini, seorang anak tanpa berfikir, anak berbicara hanya berdasar pada kebiasaan reflek yang secara alami dari individu. Pada tahap ini, kemampuan berbicara anak meliputi suara-suara yang dikeluarkan untuk menyatakan suatu emosi seperti menangis, suara-suara reaksi sosial seperti tertawa, dan kata-kata yang diucapkan tanpa dipikirkan dulu untuk merepresentasikan objek atau perasaan. Pada tahap awal, kemampuan berbicara  terdiri dari suara yang menunjukkan kebebasan emosi, menangis karena sakit, bersuara karena senang. Selanjutnya pada awal bulan kedua, suara-suara yang muncul menggambarkan interaksi sosial kepada suara orang lain atau kemunculan.  Tipe yang ketiga dari tahap alami ini,  cara berbicara terdiri dari kata pertama dari seorang anak yang menggantikan benda atau harapannya. Kata-kata ini dibentuk oleh kata-kata yang sesuai dari orang tuanya atau orang lain terhadap benda-benda yang secara berulang-ulang diucapkan.
Tahap ke-dua, Naive psychology, yaitu pada usia sekitar 2 tahun sampai empat tahun. Dalam tahap ini, seorang anak menunjukkan permulaan kecerdasan sederhana dengan mulai memahami sifat kata sebagai suatu simbol. Pada tahapan ini anak juga mulai melakukan pengenalan karakteristik dari lingkungan sekitarnya dan mulai menggunakan alat-alat. Pada fase ini, anak mulai memahami objek dengan melabelinya melalui menunjuk dan mengucapkan “itu”, “ini”, “apa itu”. Pada tahap ini, anak merasakan kebutuhan kata-kata dan menggunakannya untuk menamai benda-benda, tetapi dia tidak dapat dengan baik menangkap fungsi simbol dari kata-kata. Bagi seorang anak, sebuah kata mempunyai arti yang pasti. Sebuah kata bukanlah sebuah simbol fleksible yang mempunyai arti dan dapat diubah oleh persetujuan secara umum.  Pada tahap ini, terdapat sebuah hubungan yang tak dapat dipisahkan antara kata-kata dan benda-benda dalam pikiran seorang anak. Penggunaan singkat nonsymbolic yang sama dapat dilihat pada kegunaan ingatan anak.  Contohnya: Dalam suatu penelitian untuk mengingat serentetan kata-kata, rangsangn yang membantu dalam bentuk gambar-gambar juga disediakan. Gambar-gambar itu tidak berhubungan dengnan kata-kata, namun anak-anak kecil akan menggunakan sebuah gambar untuk menolong mengingat kembali jika mereka  dapat melihat benda untuk diingat. Contohnya: ketika ditanya kata “matahari” dengan bantuan gambar yang ditunjukkan yaitu sebuah kampak, seorang anak tertuju pada sebuah noda kecil berwarna kuning dalam gambar dan berkata, “ itu dia, matahari”.
Tahap ke-tiga, adalah the egocentric (privat) speech dari sekitar umur empat sampai tujuh tahun ketika anak menggunakan bahasa sebagai alat untuk berfikir. Mereka berbicara keras pada dirinya sendiri sama seperti mereka berpartisipasi dalam berbagai aktivitas pra sekolah. Pada tahapan ini anak biasanya mempunyai gagasan untuk melakukan kegiatan monolog.
Tahap terakhir adalah tahap ke-empat, yaitu the ingrowth (inner) speech. Tahapan ini sekitar umur tujuh tahun. Tahappan ini ditandai dengan anak yang awalnya berbicara sendiri dengan keras mulai memperpelan suaranya sedikit demi sedikit sampai tak bersuara (berbicara dalam batin). Anak sekarang menggunakan bentuk ucapan batin ini untuk memanipulasi bahasa di dalam kepala mereka untuk ia gunakan dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan dan mengatur kegiatan mereka. Orang dewasa melanjutkan menggunakan ucapan batin ini sebagai alat berfikir, namun sering beralih ke berbicara secara keras saat menemui masalah baru atau masalah yang sulit.
D.         Tahapan Perkembangan Konsep
Sama dengan Piaget, Vygotsky juga melihat perkembangan berfikir juga melalui tahapannya. Vygotsky membangun model tahapan yang berfokus pada inti penorganisasian mengenai konsep. Model tahapan tersebut mencakup periode dari umur sebelum sekolah sampai ke remaja, selama anak tampak mencapai konsep pikiran. Berikut ini adalah tahapan perkembangan konseptual menurut Vygotsky (dalam Nixon & Aldwinckle, 2001) :
Ø  Thinking in unordered heaps stage (Tahap berfikir dalam tumpukan yang tidak berurutan)
Ø  Thinking in complexes stage (Tahap berfikir dalam kekompleksan)
Ø  The thinking in concepts stage (Tahap berfikir dalam konsep)
Ø  Thinking in true concepts stage (Tahap berfikir dalam konsep yang benar)
Tahapan pertama dimulai dari tahapan berfikir dalam tumpukan yang tidak berurutan atau Thinking in unordered heaps. Tahapan ini merefleksikan awal mula konsep pikiran yang mana terjadi disekitan umur pra sekolahan. Anak menggunakan bermacam-macam metode yang tidak bisa dipercaya untuk menghubungkan dan mengatur objek-objek dan idenya. Metode coba-coba (trial and error) dipakai oleh anak untuk penyelesaian masalah. Kemudian diikuti dengan mengelompokkan benda-benda yang dingatnya dalam suatu karakter visual. Kemudian anak  pada tahap ini anal akan mengenali bahwa metode ini tidak menghasilkan hasil yang memuaskan dan mencoba secara acak mengatur ulang objek-objek yang tidak sesuai, namun masih belum mengikuti pola logis. Contohnya adalah setelah mengaplikasikan metode coba-coba dan gagal menyelesaikan puzzle yang sederhana, anak akan mengatur ulang potongan-potongan puzzle dalam tumpukan baru tapi kemudian menerapkan kembali metode coba-coba  sebagai usaha menentukan potongan yang pas.
Tahapan ke-dua disebut berfikir dalam kekomplekan (thinking in complexes stage). Dalam tahapan ini anak mulai memahami hubungan antara objek dengan ide tetapi hubungan tidak dibentuk menggunakan metode yang konsisten atau karakteristiknya. Pertama-tama anak menghubungkan objek menurut assosiasi yang jelas seperti warna atau kedekatannya. Berikutnya, anak menghubungkan objek-objek menurut dissimilariety karakternya, mereka mengurutkan blok-blok ke dalam kelompok-kelompok dengan satu-satu setiap warnanya. Kemudian anak menghubungkan objek-objek menggunakan pergeseran karakteristik dalam rangkaian; pertama persegi merah, kemudian persegi biru, kemudian lingkaran biru, dan seterusnya. Berikutnya secara lebih konsisten lagi dalam mengelompokkan ide-ide atau objek-objek dengan alasan yang jelas tetapi diassosiasikan berangkat dari karakter utamanya. Sebagai contoh benda-benda berwarna merah dikumpulkan bersama kemudian ditambahkan pink. Pada tahapan akhir terdapat transisi ke tahap berikutnya yang mana berfikir logis mulai muncul dari satu karakter ke karakter lain untuk membuat hubungan yang berbeda. Sebagai contoh, anak mampu mengelompokkan semua persegi yang berbeda warna .
Tahapan ke-tiga yaitu berfikir dalam konsep (the thinking in concepts stage), tahap ini menandai pemikiran sebelumnya ke pemikiran yang sudah matang dan terdiri dari dua sub fase. Dalam kedua sub fase, anak mampu mengabstraksikan karakter suatu objek dan membuat gabungannya. Anak mampu mengingat karakteristik dalam memilah-milah atau mencocokkan objel-objek. Sub fase yang pertama adalah  mungkin anak datang dari tahapan ke-dua dengan kemampuan untuk mengabstraksi ciri-ciri yang penting untuk membuat assosiasi  masih buram. Mereka hanya memiliki kesan yang samar-samar bagaimana suatu objek diassosiasikan dan mungkin menjadi membingungkan. Pada sub fase ke-dua adalah konsep potensial. Dimana anak akan menghubungkan objek dengan ide secara konsisrwn menggunakan karakteristik yang tunggal. Anak mulai mampu menukar fokusnya untuk mengidentifikasi dan menerapkan kesatuan karakteristik yang lain dalam satu waktu tertentu. Sebagai contoh, mereka melihat bahwa semua bentuk-bentuk (shapes) yang berwarna kuning diassosiasikan, dan mereka mampu melihat bahwa semua shapes dengansudut-sudutnya tersassosiasi, tetapi mereka tidak dapat menerapkan dua assosiasi tersebut secara stimultan.
Tahapan ke-empat adalah berfikir dalam konsep yang benar (thinking in true concepts stage), di mana pada tahapan ini pemikir yang matang mampu untuk memanipulasi berkali-kali, mengabstaksi konsep tanpa memperhatikan benda-bendanya. Sama seperti seorang dewasa jika melihat persegi berwarna biru, segitiga merah, dan lingkaran kuning, maka mereka mempu mengkonsep segitiga biru dan segitiga kuning. Kemudian mereka mampu meletakkan konsep-konsep tersebut bersamaan di dalam pikiran mereka tanpa menuntut objek nyata ada di depan mereka.
E.          Zona  Perkembangan Proksimal (ZPD)
Vygotsky mendefinisikan zona perkembangan proksimal (ZPD) sebagai jarak antara "tingkat perkembangan aktual anak yang ditentukan oleh pemecahan masalah secara mandiri" dengan tingkat  "potensi pengembangan anak sebagaimana ditentukan melalui pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau bekerjasama dengan rekan-rekan yang lebih mampu ". Dengan demikian, ZPD ini mengacu pada daerah di mana anak mampu menyelesaikan permasalahan yang diberikan kepadanya apabila terdapat bantuan dari orang yang lebih mampu. Zone of Proximal Development dapat diilustrasikan pada gambar berikut ini :
      
Gambar 2
Poin penting untuk diingat tentang ZPD adalah bahwa pada daerah tersebut (bagian atas atau bawah) merupakan daerah yang bersifat dinamis atau dapat berubah. Pada gambar 2 di atas, batas naik sebagai hasil alami dari mediasi yang efektif dalam ZPD. Seorang dewasa berinteraksi dengan anak, mampu menyajikan masalah yang menantang anak dan membantu anak bekerja menemukan solusi, walaupun terkadang perlu untuk menawarkan banyak bantuan pada awalnya. Anak secara bertahap belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah yang menantang. Setelah mampu menyelesaikan masalah yang menantang, sekarang masalah yang awalnya digunakan dalam ZPD anak menjadi berada dibawahnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Vygotsky menunjukkan bahwa anak dengan zona perkembangan proximal yang lebih luas akan mengerjakan permasalahan pelajaran di sekolah lebih baik (Vygotsky, 1986). Berdasarkan hal tersebut, maka peran guru atau orangtua dalam membantu perkembangan ZPD untuk meningkatkan kemampuan berfikir anak sangat dibutuhkan.   Inilah awal mula muncul ide adanya scaffolding  yang digagas oleh Wood, Bruner, dan Roos (Cook & Cook, 2005) sebagai bentuk bantuan mediasi yang mampu memperluas wilayah perkembangan proximal.




Referensi
Bandura, Albert and Dale H. Schunk, “Cultivating Competence, self efficacy and Intrinsic Interest Thugh Proximal Self Motivation”, Journal of Personality and Social Psychology, (Vol 41 No 3, 1981).
Bandura, Albert. Human Agency in Social Cognitive Theory Americans Psycologist”, Journal of Personality and Social Psycchology (vol. 44, No. 9, 1989).
Bandura, Albert, “Self-efficacy in Changing Societies”, (New York:Cambridge University press, 1995).
Cook, J. L., & Cook, G. (2005). Child development : principles & perspectives. Boston: Allyn & Bacon.
Langford, P. E. (2005). Vygotsky’s developmental and educational psychology. Madison Avenue, NY: Psychology Press.
Nixon ,D. & Aldwinckle .M.(2001) Exploring Child Development from Three to Six Years .Riverwood NSW :Social Science Press. [internet]. Dikases dari : https://goo.gl/vxM97i
Vygotsky, L. (1986). Thought and language (A. Kozulin Ed.). Cambridge, Massachusetts, London, England: The Massachusetts Institute of Technology.


Posting Komentar

 
Top