A.      Pendahuluan
Akal merupakan suatu pemberian dari Allah SWT untuk manusia. Akal ini yang membedakan antara manusia dengan mahkluk ciptaan Allah yang lain. Dengan akal, manusia bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan akal, manusia bisa mengerti bahwa Allah itu Maha Besar dengan ciptaan-Nya. Dengan akal, manusia bisa menciptakan sesuatu dan melakukan sesuatu. Dengan akal pula manusia bisa menjatuhkan dirinya sendiri karena terlalu mendewakan akal.
Akal ada ketika manusia diciptakan dimuka bumi yaitu pada diri adam dan hawa. Mereka menggunakan akal ketika menerangkan dihadapan malaikat. Adam menerangkan nama-nama benda yang ada dipermukaan bumi yang mana malaikat tidak mampu untuk menyebutkannya. Oleh karena itu, Allah berfirman kepada mereka bahwasanya dialah yang mengetahui rahasia langit dan bumi. Serta mengetahui segala sesuatu yang nampak ataupun tidak nampak. Disamping itu, dengan akal yang dimiliki adam dan hawa, membuat mereka terjerumu dan turun ke bumi. Bahwasanya, Allah telah mengingatkan kepada mereka dalam firman-Nya,” Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu syurga ini dan makanlah makanan-makanan yang banyak lagi dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah :35). Akan tetapi, akibat bujuk rayu iblis, dia terlena dan melanggar perintah Allah SWT.
Akal terus menjadi panduan  manusia. Dari zaman adam dan hawa lalu ke para nabi dan rasul sampai kepada zaman Yunani lalu berkembang ke zaman modern dan pascamodern. Konon, orang yang mula sekali menggunakan akal secara serius adalah orang Yunani yang bernama Thales (kira-kira tahun 624-546 SM). Sehingga Thales diberi gelar bapak filsafat karena dialah yang mula-mula befilsafat. Gelar itu diberikan karena ia mengajukan pertanyaan yang amat mendasar, yang jarang diperhatikan orang, juga zaman sekarang yaitu What is the nature of the world stuff?.
Seiriing berjalannya waktu, akal selalu digunakan oleh manusia pada zamannya. Setelah Thales pada zamannya meletakkan akal untuk menjawab sesuatu lalu berkembang pada zaman abad pertengahan, menuju zaman modern dan zaman pasca modern.
A.      Akal menurut para filosof
Dalam timeline tersebut, kita bisa memahami bahwasanya akal berkembang dari zaman ke zaman, dari para filosfof ke filosof yang lain. Sehingga tidak menutup kemungkinan pemikiran pun berbeda sesuai dengan pemikiran mereka masing-masing. Oleh karena itu,kita harus bisa memahami pendapat para filosof di zamannya mengenai akal.
1.       Zaman Yunani Kuno
a.       Thales (624 -546 SM)
Diawal kita sudah menyinggung sekilas tentang Thales. Beliau merupakan bapak filsafaat karena dialah orang yang bermula filsafat. Ia mengajukan pertanyaan terkait apa sebenarnya bahan alam semesta ini? Pertanyaan yang mendasar sehingga ketika zamannya belum ada orang yang berfikir seperti itu. Ia sendiri menjawab bahwasanya air lah bahan alam semesta ini. Ia beranggapan bahwa air merupakan segala sesuatu yang amat diperlukan dalam kehidupan dan menurut pendapatnya bumi ini terapung diatas air. Dari pertanyaan sederhana tersebut dan jawaban yang tergolong tidak terpikirkan oleh orang lain menandakan bahwa akal mampu menjawab segala sesuatu yang menjadi pertanyaan dalam diri kita. Akal pula yang merubah keyakinan menjadi asumsi pribadi.
b.      Heraclitus (544-484 SM)
Heraclitus menyatakan bahwa Engkau tidak dapat terjun ke sungai yang sama dua kali karena air sungai itu selalu mengalir. Pendapat Heraclitus itu menunjukkan bahwa alam semesta ini selalu dalam keadaan berubah. Terkadang, sesuatu yag dingin bisa menjadi panas. Sesuatu yang panas bisa menjadi dingin. Itu berarti bila kita hendak memahami kehidupan kosmos, kita mesti menyadari bahwa kosmos itu dinamis. Kosmos tidak pernah berhenti, ia selalu bergerak. Pernyataan semua mengalir berarti semua berubah bukanlah pernyataan yang sederhana. Iplikasi pernyataan ini amat hebat bahwasanya ketika hari ini 2x2 = 4 maka besok dapat saja bukan empat.
c.       Parmanides (450 SM)
Parmanides merupakan logikawan pertama dalam sejarah filsafat bahkan dapat disebut filosof pertama dalam pengertian modern. Dalam pemikiran paramides bahwsanya ia mengajukan pertanyaan, Apa standar kebenaran dan apa ukuran realitas? Bagaimana hal itu dapat dipahami? Ukuran ialah logika yang konsisten. Pendapat parmanides menyatakan bahwasanya benar tidaknya pendapat diukur dengan logika. Sehingga kalau kita pahami, ukuran kebenaran adalah akal manusia
d.      Socrates
Socrates merupakan seseorang yang menyakinkan kepada orang Athena bahwasanya tidak semua kebenaran itu relative, ada kebenaran umum yang dapat dipegang oleh semua orang. Akan tetapi, pendapat Socrates tersebut tidak dituangkan dalam tulisan sehingga kebanyakan orang Athena tidak bisa menggunakan pemikirannya. Beruntung ada muridnya, Plato, yang meneruskan jasa gurunya.
Pendapat Socrates yang mengatakan bahwa ada kebenaran objektif, yang tidak bergantung pada saya atau pada kita. Sehingga dibutuhkan metode untuk menunjukkan ada kebenaran objektif. Socrates menggunakan sesuatu kebalikannya, sebagai contoh ada salah-ada tidak salah, ada adil-ada tidak adil, ada berani-ada pengecut. Dalam hal ini, Socrates mengatakan bahwa jawaban pertama adalah hipotesis dan dicari kebenarannya. Apabila tidak mendapat jawabannya, maka jawaban kedua sebagai hipotesis selanjutnya dan dicari kebenarannya juga.  Dari situlah akan ditemukan suatu definisi yang dianggap berguna.
Dengan mengajukan definisi itu Socrates telah dapat “menghentikan”laju dominasi relativisme kaum sofis. Jadi kita hidup tanpa pegangan, kebenaran sains dan agama dapat dipegang bersama sebagiannya, diperselisih sebagiannya. Orang Athena mulai kembali memegang kaidah sains dan akidah agama mereka.
e.      Plato
Plato merupakan salah seorang murid dan teman Socrates. Menurut plato, kebenaran umum itu mempunyai realitas. Realitasnya dialam idea itu. Dengan demikian bahwa kebenaran umum itu memang ada, bukan dibuat, melainkan sudah ada dialam idea. Plato mendukung gurunya Socrates yang sebenarnya tidak hanya mengandalkan pendapatnya pada akal tetapi juga pada kekuatan hati.
f.        Aristoteles (384 SM)
Aristeteles merupakan murid dan teman dari Plato. Namun, untuk cara berfilsafat aristoteles berbeda dengan Plato. Aristoteles berfikir saintifik juga berfikir secara sistematis sehingga amat dipengaruhi oleh metode empiris. Perkembangan penting dalam filsafat dibantu oleh klasifikasi yang diusulkan oleh Aristoteles. Ia tertarik pada fakta yang spesifik dan jug yang umum, ia biasanya memulai dari gejala particular menuju kongklusi universal. Jadi induksi menuju generalisasi. Dalam dunia filsafat, Aristoteles terkenal sebagai bapak logika. Logikanya disebut logika tradisional karena nantinya bekembang apa yang disebut logika modern. Logika aristoteles juga disebut logika formal. Pada masa Aristoteles, kita menyaksikan bahwa pemikiran filsafat lebih maju, dasar-dasar sains diletakkan, tuhan dicapai dengan akal, tetapi ia percaya pada tuhan.
2.       Abad pertengahan
Pada abad pertengahan ini, pengaruh agama Kristen kelihatannya sudah besar sehingga filsafatnya berwatak spiritual.
a.       Plotinus (204-270M)
Ajaran Plotinus mengembangkan dari ajaran plato dan dia menjawab pertanyaan thales dengan lebih tajam. Bahwasanya bahan dasar alam semesta ini diciptakan oleh tuhan. Plotinus juga mengembangkan tentang pemikiran etika yang masih relevan dipertimbangkan pada zaman sekarang. Pemikiran etika Plotinus mengenai masalah kebajikan, kebahagiaan, bentuk-bentuk kebaikan, kejahatan dan masalah pencabutan dari kehidupan. Plotinus juga mengembangkan system metafisika yang ditandai oleh konsep transendens. Menurut pendapatnya, didalam pikiran terdapat tiga realitas yaitu yang esa, yang dipikirkan dan jiwa.
b.      Augustinus (354-430 M)
Augustinus mempunyai tempat tersendiri dalam sejarah filsafat. Mungkin penamaan abad Augustinus disebabkan karena meletakkan dasar-dasar bagi pemikiran abad pertengahan mengadaptasikan platonisme dengan idea-idea Kristen. Ia telah memberikan formulasi yang sistematis tentang filsafat Kristen, suatu filsafat yang dominan pada katolik dan protestan. Agustinus terpisah dari tuhan tidak ada realitas, demikian katanya. Ungkapan ini tidak sulit dipahami bila kita menganggap bahwa esensi hanya hanyalah milik Tuhan, jadi hanya tuhan yang memilikinya. Tidak sulit, dipahami bila kita berpendapat bahwa hakikat yang sebenarnya adalah sebab awal, hanya tuhanlah yang merupakan sebab awal. Pemikiran Agustinus berpusat pada dua pool. Tuhan dan manusia. Akan tetapi, dapat juga dikatakan bahwa seluruh ajaran Agustinus berpusat pada Tuhan. Kesimpulan terakhir ini diambil karena ia mengatakan bahwa ia hanya ingin mengenal Tuhan dan roh, tidak lebih dari itu.
3.       Zaman modern
a.       Renaissance
Pada masa ini berkembang pesat penelitian empiris. Cirri-ciri selanjutnya adalah munculnya sains. Didalam bidang filsafat, zaman renaissance tidak menghasilkan karya penting bila dibandingkan dengan bidang seni dan sains. Perkembangan sains ini dipacu lebih cepat setelah Descartes berhasil mengumumkan rasionalismenya. Sejak itu, dan juga telah dimulai sebelumnya, yaitu sejak permulaan renaissance, sebenarnya individualism dan humanism telah dicanangkan. Humanism dan individualism merupakan cirri reneasissance yang penting.
b.      Rasionalisme
Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan. Sehingga dalam hal ini, rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Alat berpikir merupakan kaidah logis.
Pada zaman rasionalisme ada dua macam yaitu berpikir dalam agama dan filsafat. Dalam bidang agama, rasionalisme adalah lawan autoritas dalam bidang filsafat rasioanalisme adalah lawan empirisme.
Rasionalisme dalam bidang agama berisikan untuk mengkritik agama, sedangkan dalam bidang filsafat berguna sebagai teori pengetahuan.

4.       Zaman pascamodern
        Pada zaman pascamodern ini, mereka mengkritik rasio dizaman modern yang terlalu mendewakan rasio. Sehingga budaya barat telah hancur juga karena terlalu mendewakan rasio. Capra dalam (Ahmad Tafsir2003: 264) menyatakan bahwa penyebab kekacauan itu karena tidak digunakannya paradigma utuh dalam merekayasa budaya. 

Posting Komentar

 
Top